


Komoditi vs Konsumer
Adalah 2 jenis sektor yang mungkin bertolak belakang. Komoditi, misalnya minyak mentah, CPO (kelapa sawit), kedelai, jagung, batu bara, emas, nikel, timah, besi, dll, vs konsumer, di sini kita pakai contoh indomie.
Komoditi adalah barang tambang atau perkebunan/pertanian sedangkan konsumer adalah barang jadi yang diolah dari komoditi.
Beberapa contoh saham komoditi di BEI adalah PTBA, INCO, ANTM, ITMG, TINS, MEDC, sedangkan saham konsumer antara lain KLBF, ICBP, UNVR, SIDO.
Kalau cek di sini, daftar saham pantauan kami,
http://goo.gl/tuKBG9
Maka terlihat tidak ada saham komoditi. Mengapa? Bukankah Indonesia adalah negara komoditi, saham komoditi lumayan besar porsi volume transaksinya, sampai ada 2 sektor yaitu perkebunan dan mining di index sektoral.
Untuk menjawab itu, kita bisa melihat pada grafik harga. Yang atas warna warni adalah grafik harga minyak selama 15 tahun terakhir. Yang cuma hitam putih adalah perkiraan grafik harga indomie.
Kita bisa melihat bahwa harga minyak naik turun selama 15 tahun ini, dan harga indomie, walau ga ada datanya, dipastikan naik terus selama 15 tahun ini.
Kalau baca artikel kami di line tentang indikator pertama FA mengenai sales, maka sales itu datangnya dari price x volume. Penjualan naik, maka ada kemungkinan besar laba bersih naik, yang akan mendorong harga saham naik juga.
Kalau di bagian price tidak bisa diprediksi, siapa yang bisa memprediksi harga minyak tahun depan, bagaimana kita bisa memprediksi salesnya? Bagaimana dengan net incomenya yang kemudian harga sahamnya? Tapi anak kecil juga tahu tahun depan indomie minimal harganya tetap kalau ga dinaikkan.
Dan volume penjualan komoditi sendiri tidak pasti, ketika ekonomi lemah, penggunaannya pasti turun, beda dengan indomie, ekonomi lemah? Makin banyak yang mengkonsumsinya. Ada teman bercanda, kalau jumlah penjualan indomie naik drastis berarti Indonesia lagi krisis.
Dan tahun depan dipastikan jumlah penduduk Indonesia bertambah, anggap saja pertambahan penduduk cuma 1% dari 250 juta penduduk Indonesia, berarti tahun depan ada calon pelanggan baru indomie sebanyak 2,5 juta orang.
Ingat, sales = price x volume. Kalau price dan volume naik terus, bagaimana dengan harga sahamnya.
Well, kadang harga saham bisa melawan kinerja perusahaan. Tapi kalau baca bab 10 One Up on Wall Street, kita akan tahu itu berarti peluang muncul. Kinerja yang naik dan harga saham diskon adalah potensi mendapatkan pemenang.
Untuk cara gampang menghitung valuasi bisa dicek di sini.
Five second valuation
http://goo.gl/6agyom
Tapi keputusan invest terserah masing-masing. Bagaimanapun trading saham komoditi lebih berwarna seperti gambar grafik harganya vs grafik harga indomie yang monoton. Untuk itu, bisa baca di bab 7 One Up tentang bagaimana trading saham komoditi.
Bagaimanapun juga konsistensi kita yang membuat kita bisa bertahan di dunia investasi.
Be a consistent investor.