


Price Earning Ratio
Istilah PER mungkin sering muncul apalagi untuk yang menggunakan value investing.
Ini adalah salah satu metode untuk mengukur mahal atau tidaknya sebuah bisnis.
Rumus yang digunakan sangat sederhana. Seperti gambar di atas, yaitu hasil bagi dari harga saham per lembar dengan laba bersih 1 tahun per saham. Atau bisa juga dengan market cap perusahaan dibagi dengan laba bersih satu tahun.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kapan sebuah bisnis akan balik modal. PER 10 berarti butuh 10 tahun untuk balik modal. PER 50 berarti butuh 50 tahun untuk balik modal. PER 500? Kita tahu jawabannya sekarang.
Rumus yang gampang. Harga saham atau market cap bisa didapatkan di mana saja. Sedangkan bagian laba bersih yang sedikit merepotkan.
Ada beberapa metode menghitung laba 1 tahun. Antara lain :
1. Yang paling gampang adalah jika informasi laba bersih sudah diperhitungkan 1 tahun oleh broker atau dalam hitungan 4 kuartel penuh.
2. Jika informasi ini tidak tersedia, misalnya laba bersih cuma ada di Q1, Q2, Q3, cara paling gampang yaitu dengan mengalikan menjadi penuh. Yang Q1 x 4. Yang Q2 x 2. Yang Q3 x 4/3. Cara ini bisa dipakai jika pendapatan perusahaan stabil selama 1 tahun penuh. Kalau berfluktuasi atau perusahaan musiman misalnya cuma bagus di lebaran atau akhir tahun, maka cara ini akan bermasalah.
3. Karena ada titik lemah di cara kedua, maka digunakanlah cara ketiga. Yaitu menjumlahkan laba bersih selama 1 tahun terakhir. Agak merepotkan tapi lebih valid.
4. Cara terakhir adalah memproyeksikan laba 1 tahun ke depan kemudian dikalkulasikan. Ini dipakai karena menganggap membeli saham adalah membeli masa depan bukan masa lalu.
Cara mana yang sebaiknya dipakai? Terserah masing-masing. Mungkin cara 3 atau 4 lebih masuk akal.
Ada lagi yang harus diperhatikan jika laba bersih dihasilkan dari cara yang tidak bisa terus menerus, misalnya dari penjualan aset, untung/rugi kurs, dan sebagainya. Bagian ini mungkin tidak cocok untuk dimasukkan ke perhitungan, karena tahun depan belum tentu terjadi.
Kemudian ada PER industri. Yang digunakan investor untuk membandigkan apakah perusahaan yang kita beli lebih mahal dibanding perusahaan lain yang sejenis.
Kalau misalnya susah untuk mendapat PER industri, mungkin bisa dipakai historical PER. Misalnya saham perbankan tidak pernah melewati PER 15, maka ketika mendekati itu, kita seharusnya memperingati diri untuk tidak nafsu membeli, dan mungkin malah harus berpikir untuk jual.
Kapan bisa dipakai untuk membeli? Cara ini bisa dipakai dengan menggabungkan 5 second valuation yang pernah dibahas sebelumnya. Diskon sekian % adalah murah. Misalnya bank di bawah 10 adalah murah (contoh saja).
PER adalah perhitungan sederhana. Masih banyak metode lain. Dan mungkin banyak yang bisa dipertanyakan, misalnya PER rendah belum tentu murah, tapi bisa juga market mengharap ada berita buruk yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan sehingga tidak ada yang berani membayar mahal. Dan sebaliknya juga, PER tinggi belum tentu mahal, karena market mengharap ada kabar baik.
Banyak lagi tentang PER yang mungkin bisa didapat dari informasi lain atau sharing berikutnya.
Tapi, daripada tidak ada gambaran, bukankah langkah pertama akan membawa kita ke langkah berikutnya?
First step to value investing.