


Rantai Kebiasaan
Semua yang berinvestasi pastilah ingin kaya. Tidak ada yang ingin merugi. Kenyataannya kadang tidak seperti ini kan. Lebih banyak orang yang akhirnya mengalami kerugian dan memutuskan mundur.
Padahal dari faktor eksternal, semua pihak mendapat kesempatan yang sama. Semua bisa mengakses informasi yang ada. Ribuan orang melihat chart yang sama. Laporan keuangan dan informasi perusahaan bisa didownload secara gratis. Semua orang berhadapan dengan kebijaksanaan pemerintah yang sama.
Jadi, kalau faktor eksternal sudah ada dan kita belum juga berhasil, berarti yang harus dicek adalah faktor internal kita. Apa yang harus kita rubah untuk mencapai level selanjutnya.
Apa hal-hal kecil yang sebaiknya kita lakukan atau hindari yang akan menentukan keberhasilan kita. Kadang hal-hal kecil ini sudah terbiasa kita lakukan tanpa sadar sehingga nantinya susah untuk diubah.
Setiap kita melakukan sesuatu, otak akan mengingat hal ini. Ingatan ini akan membentuk semacam jaring yang akan makin tebal setiap kali kita mengulangi tindakan ini. Contoh misalnya jika sudah berlatih menulis dengan tangan kanan, setelah menguasainya, kita tidak akan gampang merubahnya menjadi tangan kiri. Ini juga kami lihat sendiri. Ada teman wanita yang bergaul dengan temannya yang suka ngomong jorok. Akhirnya lama-lama malah terpengaruh dan ini malah ditiru oleh keponakannya yang masih kecil. Apakah mungkin jika kita terbiasa melakukan A dan besoknya bangun langsung menguasai B. Rasanya sulit.
Sayangnya, di film selalu digambarkan seperti itu. Dan kita yang terbiasa melihat film akan merasa itu adalah benar. Bagaimana dengan investasi? Menurut kami sama saja. Jika kita sudah mengambil haluan kanan, tidak bisa langsung berputar arah mengambil haluan kiri.
Misalnya. Orang-orang yang sudah terbiasa short term, tidak mungkin bisa berubah menjadi long term dalam waktu 1 malam. Orang yang sudah terbiasa menjual saham dengan keuntungan 10% akan susah untuk melihat keuntungan 50%, karena setiap mencapai 10%, pikiran untuk menjual langsung muncul.
Pikiran ini nantinya akan terbentuk menjadi tindakan. Tindakan akan menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan akan menjadi takdir. Makanya ada yang mengatakan sudah takdirnya miskin/kaya. Dan kemudian orang akan berkata : kebiasaan ini adalah saya. Misalnya, suka marah-marah, biasanya orang akan berkata : saya ini adalah pemarah. Jadi tidak ada yang bisa diubah lagi.
Analogi ini sama seperti kalau dibilang saya ini short term. Saya ini jigobur (cuan jigo/25 kabur). Atau setiap turun 3% saya harus cutloss. Atau setiap naik 5% saya harus jual. Ini kan cuma kalimat yang kita labeli ke kita. Anggap seperti baju. Besok baju kalau sudah tidak cocok bisa diganti.
Nah, karena bajunya bisa diganti, kita bisa melihat apa baju yang dikenakan oleh orang-orang yang telah berhasil di sini. Bukan setelan jas dan dasi yang kami maksud. Lihatlah pola pikir mereka. Lihat tindakan yang mereka ambil. Amati, tiru, kemudian modifikasi sesuai situasi dan kondisi kita pribadi.
Misalnya setelah membaca buku Warren Buffet, Buffet ada metode akumulasi saham dengan 12 kriteria. Ketika kriteria itu makin banyak dipenuhi, maka dia menambah porsi sahamnya. Ketika kriteria ini memburuk, dia mengurangi porsi sahamnya. Sama seperti perkataan Peter Lynch. Ikuti cerita perusahaannya. Tambah jika membaik, kurangi jika memburuk. Nah, setelah mencoba kriteria ini, ternyata ada beberapa yang tidak cocok diterapkan di Indonesia. Jadi kami merubahnya.
Apakah telah selesai? Rasanya tidak. Jika ke depan ada metode yang lebih teruji, maka kami akan merubah metode kami lagi.
Untuk sekarang, kami melihat pedagang bisa melakukan berbagai cara untuk mentransaksikan produknya (saham). Membuat banyak lokasi bisnis (buka account di banyak sekuritas). Pakai tipu-tipu (rumor tidak jelas). Mengutus berbagai agen perwakilannya (dengan asing aseng asli). Dan banyak cara lainnya yang mungkin sekarang belum ada. Tapi kami percaya 1 hal. Sepanjang 5000 tahun sejarah perdagangan, orang kalau mau untung itu selalu membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga lebih mahal.
Dan cara kerja bursa Indonesia masih 1 arah, yaitu profit hanya kalau naik. Makanya sampai sekarang kami menggunakan metode valuasi. Jika valuasi murah, kami beli, jika mahal, maka jual. Dan konsisten melakukannya. Kira-kira 20 tahun kemudian, apa yang bisa didapatkan ya?
Ngomong-ngomong tentang konsisten, sudah ada 127 artikel yang kami keluarkan. Dan buku One Up yang sudah kami ringkas dan terjemahkan berjumlah 100 halaman. Menarik ya tentang konsistensi. Dan yang kami bagikan adalah gratis. Menarik ketika ada yang menanyakan apakah tidak rugi atau apa untungnya berbagi gratis dengan orang lain.
Mungkin tidak ada keuntungan finansial yang kami dapatkan dari sini. Tapi banyak ilmu yang kami pelajari juga. Misalnya, ketika menerjemahkan buku One Up atau buku lainnya, kami membaca 3 kali dan memahami isinya. Malah jadi bahan pelajaran yang bagus. Atau ketika berdiskusi dengan grup kami. Banyak yang bisa dikembangkan. Google dan facebook saja memberikan pelayanan gratis dan pemiliknya masuk daftar forbes.
Dan 1 point penting. Menurut kami, berbagi itu adalah kebiasaan baik. Jadi mengapa tidak?