


Investasi adalah Seni
Cuplikan video di bawah adalah tentang flash mob musik klasik di jalanan.
Investasi itu, walau semuanya adalah tentang angka, lebih berhasil jika kita menjalankannya seperti seni.
Karena semua yang kita lakukan adalah bagaimana kita merasakannya.
Contoh misalnya ketika saham incaran kita turun ke harga sekian. Kita akan berpikir apakah sekarang adalah harga yang pas untuk membeli atau harus menunggu lagi harga lebih turun. Bagaimana kalau jika kita tunggu ternyata harga malah makin naik lagi. Kalau kita masuk bagaimana kalau kemudian harga makin turun.
Sama juga setelah membeli. Apa yang akan kita lakukan jika saham tersebut malah jalan di tempat dan saham incaran lainnya malah naik duluan. Apakah kita harus menjual yang pertama kemudian pindah ke yang lain?
Pada titik jual juga sama, bagaimana kalau setelah kita jual sahamnya lanjut naik. Atau jika kita menahan lebih lama, harga malah bergerak turun. Apakah kemudian kita harus menjual atau bertahan menunggu harga naik kembali.
Pada akhirnya berinvestasi di bursa saham bukanlah kita berhadapan dengan angka, tapi adalah bagaimana kita menghadapi diri kita sendiri.
Kita boleh saja membaca banyak buku untuk menambah kapasitas, seperti juga belajar mengendarai mobil atau memainkan musik, pada akhirnya kita akan bergantung pada apa yang kita rasakan.
Tapi berlawanan dengan mengendarai mobil, biasanya jika kita melihat bahaya, kita harus langsung berhenti, di saham, jika harga bergerak turun, kita justru harus lebih waspada apakah ini adalah kesempatan atau bahaya.
Alasan mengapa harus demikian adalah karena semua barang pasti ada nilainya. Ketika harga bergerak turun tapi kualitas tidak berkurang maka ini adalah kesempatan. Di sinilah pentingnya kita mengetahui apa yang kita beli. Kalau ternyata kualitasnya berkurang, maka ini adalah tanda bahayanya. Seperti ketika kita ke showroom mobil, mobil BMW seharga 100 juta jelas murah, tapi jika mesinnya sudah tidak ada? Itulah gunanya pengecekan terlebih dahulu.
Kemudian perbandingan harga. Mana yang lebih murah. BMW 100 juta atau Bemo 50 juta. Kondisi yang serupa dengan perbandingan di saham. Mana yang lebih murah. BUMI 50 atau BBRI 5.000. Walau BUMI mengalami kenaikan 30%, investor yang mengutamakan nilai seharusnya memilih BBRI. Alasannya, investor itu seharusnya menghindari risiko. Bukan mencari risiko. Karena itulah kita harus mengerti tentang risiko dan potensi di investasi. Di setiap kesuksesan model saham tidak jelas, ada ratusan kegagalan, dan repotnya, orang selalu berpikir saya yang satu, bukan yang ratusan. Memang kita tidak mendapatkan profit seperti di ANTM, INDY, INAF, BUMI, tapi karena prinsip yang sama juga, maka kita akan terhindar dari SIAP, BWPT, TAXI, TRAM, INVS, dan banyak lagi.
Dan sama seperti ketika berinteraksi dengan seni, investasi juga haruslah memberi ketenangan dan kebahagiaan. Apakah kita harus melihat harga saham naik turun setiap hari dan emosi kita diaduk-aduk atau bisa tenang mengerjakan hal lain. Pilihan ada di tangan kita. Mana lebih baik, 15 hari senang 350 hari stress, atau 365 hari tenang. Alasan mengapa bisa 365 hari tenang, karena kita bisa yakin dengan apa yang kita beli, jadi di mana letak kekuatirannya?
Karena itu, kita selalu ingin berinvestasi untuk masa depan kita, menjadi makmur, dan hiduplah bahagia.
Dan terakhir, seperti tulisan di gambar, apa masa depan kita, sudah dibayangkan? Setelah itu, kejarlah. Jangan cuma bermimpi saja.