


Value Investing – Who
Kita sudah membahas tentang value investing, mengenai bagaimana memakainya, kapan memakainya, di mana memakainya, mengapa perlu memakainya, dan sekarang, siapa saja yang bisa memakainya. Konsep Who – When – Why – What – Where.
Berikut adalah percakapan kami dengan teman di Australia tentang value investing. Ini percakapan yang kebetulan terjadi setelah ngobrol bebas.
SI : Saham-Indonesia
S* : Inisial teman dari Australia
SI : Perlu berpikir keras. Lebih baik berpikir apa saham yang bagus, kemudian beli. Hahaha.
S* : Hahahaha. Apakah anda membeli saham luar negeri?
SI : Tidak, hanya saham di Indonesia. (sebagian diedit karena ga ada hubungan dengan saham)
S* : Apa yang anda cari ketika membeli saham? Beritahu saya karena saya suka berinvestasi di saham dan properti juga. Mungkin kita bisa berdiskusi tentang saham, bro.
SI : Saya mencari saham yang murah. Maksud saya saham bagus yang terdiskon banyak. Menggunakan valuasi, bukan chart.
S* : Valuasi. Seperti apa?
SI : Saya memakai 3 metode. Valuasi gampang yang saya buat, valuasi PER. Dan DCF. Discounted Cash Flow.
S* : Ayolah, ajarkan saya sesuatu. PER = Price Earning Ratio?
SI : Ya.
S* : Ok, apalagi.
SI : Setelah mendapat nilai saham, saya mendiskonnya. Dari mana asalmu?
S* : Saya dari Australia
SI : Saya membagi saham menjadi 3 kategori, blue chip yang diskon 30% kemudian beli.
S* : Setelah mendapat nilai, anda mendiskon. Apa maksud dari diskon itu?
SI : Saham kelas 2 diskon 40%. Saham kelas 3 diskon 50-60%. Contohnya saham ABC, Jika nilainya adalah 1000, dan itu adalah blue chip. Saya akan menunggu harganya mendekati 700 atau diskon 30%, kemudian beli. Jika turun lagi, beli lagi. Kemudian jual ketika mendekati harga asal.
S* : Blue chip adalah saham dari perusahaan terkenal. Bagaimana mereka bisa jatuh dengan begitu gampang.
SI : Coba lihat salah satu portofolio kami. Saham lapis 2 adalah perusahaan yang bagus tapi tidak sebesar blue chip. Mereka mulai bertransformasi menjadi blue chip. Saham lapis 3 adalah tidak terkenal tapi merupakan peruahaan yang bagus. Yang penting jangan bertransaksi di saham sampah. Saya kehilangan semua uang di 2008 karena saham sampah.
S* : Apakah ada garis pemisah? Misalnya berdasarkan aset atau harga saham? Karena antara lapis 1 dan 2 bisa bersinggungan.
SI : Gabungan antara itu, dan juga bisa dari market cap.
S* : Oh ya benar. Market cap.
SI : Kami memperhitungakn sebagai perusahaan besar jika market cap di atas 2 milyar USD (sekitar 25 trillun rupiah). Tapi ini untuk perusahaan di Indonesia. Tidak tahu kalau di Australia bagaimana.
S* : Saya paham. Pedoman bisa berbeda di masing-masing negara. Apakah anda bisa berkata kategori pertama adalah perusahaan 100 besar?
SI : Tapi kadang agak tricky. Karena perusahaan besar yang bisnisnya siklus bisa turun banyak. Mereka mungkin turun 50-70%. Jadi kadang saya mengecek chart historical untuk melihat bagaimana performa mereka. Jika secara historical mereka dapat jatuh 70%, maka walau mereka blue chip, saya akan memberi mereka diskon 50%. Tunggu sampai hara turun ke sana. 1 tahun hanya akan terjadi 2-4 kali. Saat itulah kesempatan membeli. Hari lainnya cukup bersenang-senang. Hahahaha.
S* : Saya paham.
SI : Bukan bersenang-senang saja sepanjang waktu. kita perlu mengerjakan PR. Mengecek perusahaan. Berkunjung ke sana. Dan tugas kami adalah mengelola nasabah. Kami memberikan mereka pendidikan saham.
S* : Apa yang anda cek di perusahaan? Manajemen, laporan keuangan, atau strategi operasional mereka?
SI : Yang terbaik adalah bagaimana mereka menjalankan perusahaan. Apa pemikiran mereka. Ini adalah bagaimana mereka membawa perusahaan menuju kejayaan atau kejatuhan. Apakah manajemen jujur atau curang.
S* : Susah untuk mengetahui apakah mereka curang atau tidak. Bahkan jika anda menyelediki latar belakang direksi.
SI : Baca koran. Dan lihat apakah mereka melakukan perubahan rencana atau tidak. Seperti jika mereka menjelaskan akan melaksanakan ABC dan kemudian melakuan DEF.
S* : Saya banyak membaca koran dan pengumuman ke bursa.
SI : Dari koran kita bisa melihat mereka melakukan kejahatan atau tidak. Atau punya sejarah membuat investor marah. Seperti salah satu perusahaan properti terbesar. Manajemen tingkat tinggi mereka tertangkap menyuap anggota parlemen. Jadi saya langsung membuang saham dari daftar watchlist.
S* : Ok, kapan anda memutuskan menjual. Saya melihat anda membeli ROTI di harga sangat rendah 1 tahun yang lalu.
SI : Pertanyaan sulit. Tapi saya belajar bahwa yang terbaik adalah ketika kita menjual jika ada sesuatu yang buruk terjdi. Atau menemukan kesempatan yang lebih bagus. Jika tidak, kalau saya menjual sekarang, harga terus naik, maka saya akan menyesalinya. Contoh AISA. Saya membeli terus ketika ada rumor perusahaan akan bangkrut. Saya menelepon perusahaan dan mereka menyangkalnya. Maka saya membeli banyak.
S* : Jadi anda tidak membuat ukuran ROI? Misalnya jika ROI sudah 30-40% maka anda menjualnya?
SI : 30% adalah banyak. ROI perusahaan 20% per tahun adalah bagus. Tahun lalu ekonomi Indonesia tidak bagus. Banyak perusahaan tidak bisa mempertahankan laba mereka. Jadi jika kita menetapkan batas beli di ROI, maka kita tidak mungkin membeli.
S* : Saya melihat porto anda naik di atas 30%. Itu adalah banyak.
SI : Oh, maksud anda, ROI dari porto saya? Saya kira anda bercerita tentang ROI perusahaan. Kalau begitu, saya akan terus bertahan sampai akhir.
S* : Wah gila, alasannya apa?
SI : Tahun lalu ketika harga mencapai titik tertentu, saya menjual 80% sahamnya, dan harga masih naik 30%. Saya menjadi marah dan membeli lagi. Dan kemudian nyangkut di sana dengan waktu yang lama.
S* : Saya tahu penderitaan itu karena saya juga melakukan.
SI : Ide dasarnya adalah : Setiap perusahaan ada cerita, jika anda suka ceritanya dan cukup logis, anda membeli sahamnya. Kemudian adalah tugas kita untuk mengikuti cerita itu. Jika cerita berubah, maka kita perlu menjual, dan membeli perusahaan lain yang punya cerita bagus lagi. Ngomong2, anda suka membaca?
S* : Ya, saya membaca di waktu luang. Kebanyakan tentang properti dan finansial.
SI : Baca buku One Up on Wall Street dari Peter Lynch. Bagi saya, itu kitab suci investasi, lebih dari apa yang dikatakan Warren Buffet. Saya banyak meniru dia. Dia menulis tentang pengalaman dia di Wall Street dari awal sampai masa pensiun.
S* : Wah, buku ini punya rating 4.3/5
SI : Saya membaca buku ini dan berpikir, andaikan saya sudah membaca buku ini di masa lalu. Mungkin sekarang saya sedang bersenang-senang di Hawaii. Ngomong-ngomong, anda bisa bahasa Indonesia?
S* : Tidak bisa
SI : Wah, sayang sekali. Saya menulis rumus untuk menghitung valuasi bagi pemula. Anda cukup memiliki waktu 5 menit untuk melakukannya.
S* : Di word atau excel?
SI : Di web.
S* : Saya bisa menerjemahkannya. Melalui google translate.
SI : https://saham-indonesia.com/2015/10/five-seconds-valuation/
S* : Artikel ini anda yang buat?
SI : Ya. Dan juga yang lain di web. Itu kami buat untuk mengedukasi nasabah dan semua yang membutuhkan.
S* : Apa yang anda tulis adalah benar. Tidak perlu membeli dan menjual setiap waktu. Bersabarlah untuk membeli di harga yang tepat. 1 tahun mungkin cukup 2 kali transaksi.
S* : Fokus saya adalah mencari saham yang bisa memberi saya profit 30%. Di bawah itu saya coret.
SI : Anda perlu menunggu mereka turun 30% atau lebih. Jika harga balik seperti semula, maka profit anda 40%.
S* : Gambar yang ada di sana seperti sebuah software. Apakah bisa didownload.
SI : Ya. Itu adalah software yang kami pakai. Dan kami pasarkan. Hanya untuk saham di Indonesia. Itu broker kami.
S* : Jadi anda cukup mengetikkan kode saham kemudian software akan memberikan statistik finansial?
SI : Ya.
S* : Wah, mantap. Saya perlu mengetik secara manual data 5 tahun.
SI : Kami juga melakukan yang sama. Jangan percaya data lain. Lakukan di excel. Dari data 2008.
S* : Ya, software di excel. Sayang saya tidak bisa mengakses data secara gratis lagi. Saya memakainya ketika masih murah. Tapi saya masih bisa mendownload dari web perusahaan. Hahahaha.
SI : Bursa harusnya memberikan datanya. Tapi datanya belum teratur. Saya mau pergi makan. Sampai ketemu lagi.
S* : Saya suka kalimat : Beli ketika murah, ketika orang menjual dengan panik, dan juallah ketika orang membeli dengan panik ketika harga saham menjadi mahal. Itu juga kesalahan saya. Ok, nanti kita lanjutkan.
SI : Anda bisa membaca semua artikel di sana. Gratis.