


PER versi 2
Kita sudah membahas tentang PER di artikel sebelumnya. Silakan baca di sini. https://saham-indonesia.com/2015/12/per/
Kali ini kita akan membahas PER dari sudut pandang lain. Kita tahu bahwa harga saham akan bergerak naik turun setiap hari. Hal ini menyebabkan PER juga akan berubah-ubah. Kadang terlalu tinggi kadang terlalu rendah.
Hal yang menyebabkan ini adalah karena sentimen dari investor itu sendiri. Kadang muncul berita yang menyebabkan investor ketakutan dan menjual semua sahamnya walau harganya sedang murah. Atau berita yang membuat investor menjadi berani membeli saham dengan harga lebih mahal dari sebelumnya. Inilah fear and greed dari investor. Contoh paling dekat adalah brexit yang menyebabkan fear di Jumat pagi dan tax amnesty yang menyebabkan greed di Jumat sorenya. Situasi benar-benar cepat berubah. Padahal dari sisi perusahaan, tidak ada yang berubah dalam 1 hari itu.
Jadi harga wajar mengandung 2 sisi penilaian, sisi perusahaan yang tercermin dari EPS dan sisi investor yang tercermin dari sisi PER. Sisi EPS lebih stabil. Karena perubahan yang terjadi hanya akan terlihat dalam beberapa bulan sekali. Sisi PER lah yang membuat harga naik turun dengan cepat. Jadi dari sisi EPS adalah fakta, sedangkan dari sisi PER adalah subjektifnya investor.
Kami kasi contoh saham AISA. Pada Januari 2016, harga saham AISA ada di bawah 1.000. Padahal laba perusahaan masih sekitar 100 dengan metode TTM. Yaitu trailing twelve months. Atau istilah dari 12 bulan terakhir. Berarti PER AISA waktu itu hanya sekitar 8 koma sekian. Ini terjadi karena pada saat itu banyak berita buruk tentang AISA yang menyebabkan investor ingin balik modal dengan cepat, alias hanya dalam waktu 8 tahun. Silakan baca artikel PER di atas untuk ini.
Nah, beberapa bulan kemudian, di mana dari sisi perusahaan, laba AISA masih sekitar 100 tapi harga sudah menyentuh 2.000. Berarti PER AISA dengan sekejab menjadi 20. Investor berani membeli dengan harapan balik modal untuk 20 tahun. Aneh ya. Beberapa bulan yang lalu, maunya 8, sekarang 20 juga gpp. Hal ini sudah dibahas oleh Peter Lynch di buku One Up on Wall Street. Bahwa perbandingan masa suram 1982 dan masa euphoria 1987, investor berani membayar harga 2x lipat lebih mahal untuk index S&P antara 1987 dan 1982.
Pertanyaan penting. Jika PER naik turun, bagaimana menentukan harga wajar sebuah saham. Ingat saja, di balik setiap saham ada sebuah perusahaan. Tiap perusahaan, investor punya target kapan balik modalnya. Alias ada PER yang diharapkan akan terjadi. PER ini bisa didapatkan dari rata-rata sejarah PER perusahaan atau dari PER sektor atau industri.
Contoh, PER ideal untuk AISA ada di sekitar 20 baik dari sejarah PER perusahaan atau dari sektoral. Berarti AISA sekarang sudah di harga wajar? Makanya selama 1 bulan terakhir AISA bolak balik di sekitar harga 2000. Tapi ingat saja. Harga wajar ada 2 sisi. Sisi perusahaan dan sisi investor. Baru saja AISA melaporkan kenaikan laba yang jika di TTM kan, adalah naik menjadi sekitar 120. Berarti valuasi AISA sekarang ada di sekitar 2.400. Apakah sudah selesai?
Tidak juga, PER 20 itu terjadi karena AISA memiliki perusahaan kelapa sawit. Dan kita tahu, perusahaan kelapa sawit ini sudah dikeluarkan, jadi kita harus mencari PER baru. Dari industri yang sejenis, kita ada saham ROTI yang di sekitar 25-30 dan ICBP yang di sekitar 30-35. Silakan hitung sendiri berapa potensi AISA ketika market menyadari hal ini.
Ini hanya akan diketahui jika kita melihat saham dari sisi perusahaan. Kalau hanya dari sisi harga, maka tidak ada potensi yang terlihat. Dan ini juga sudah dibahas di buku One Up.
Memiliki saham dotcom yang tanpa laba, di mana sebagian besar dotcom tidak bisa dinilai dari standar Price / Earning (P/E Ratio). Dengan kata lain, tidak ada “E” di ratio “P/E”. Tanpa ratio “P/E” untuk diikuti, investor hanya fokus pada 1 jenis data yang ditunjukkan di semua tempat : harga saham. Menurut saya, harga saham adalah informasi paling tidak berguna yang bisa diikuti, dan ternyata diikuti paling sering.
Bagi saya, daftar harga ini memberikan pesan yang salah. Jika saham saya dijual 30$ dan punyamu dijual 10$, maka orang yang fokus ke harga akan bilang bahwa perusahaan saya lebih hebat. Ini adalah ilusi yang berbahaya.
Jika anda hanya dapat mengikuti 1 jenis data, ikutilah laba – dengan asumsi perusahaan memiliki laba. Apa yang dilakukan harga saham sekarang, besok, atau minggu depan hanyalah pengalihan.
———————–
Berinvestasi itu memang butuh usaha. Silakan sebutkan 1 hal yang bisa sukses tanpa usaha keras, kami bisa katakan orang itu sedang membual. Menjadi seperti Warren Buffet atau Peter Lynch memang tidak gampang, kita butuh usaha, uang, dan waktu, karena itu banyak yang menyerah dan mencari cara gampang. Tapi bagaimana mungkin kekayaan besar bisa datang kalau cara berpikir kita seperti kebanyakan investor? Kita harus naik kelas menjadi lebih baik lagi dibanding kita yang kemarin.
Dan sebisa mungkin jauhilah pembelajaran mengenai Pola-Pola yang ada di grafik. Sekali ini menempel di pikiran kita, akan sangat susah untuk dibuang. Sekali lagi, juga sudah dibahas Peter Lynch ketika dia menjual sahamnya hanya karena dari sisi teknikal ada yang memberitahunya harga sudah mahal sekali. Dan akhirnya dia hanya bisa melongo melihat harga naik 5x lipat dari harga jualnya.
Lihatlah tujuan jangka panjang kita, berinvestasilah, menjadi makmur dan bahagia.