


Japan Way
Hubungan antar Manusia yg paling tinggi Levelnya, yang terus diajarkan dari generasi ke generasi, diajarkan sejak Balita & menjadi Kiblat orang Jepang adalah Empati.
Empati atau mem-Posisi-kan diri menjadi Orang Lain (memPosisikan diri Kita menjadi Lawan bicara).
Kalau sedang Ngomong sama Orang Tua, cobalah untuk menjadi orang Tua yang sering “keBingungan” itu.
Sedang Ngomong dengan “Anak Anda”, maka jelmakan diri Anda menjadi Anak yang Bandel.
Sedang Ngomong ke Customer atau Downline, maka menJelmalah menjadi Dia terlebih dulu.
Mau Ngomong ke Upline, Sahabat, Musuh, maka jadikanlah diri Anda MenJadi diri Mereka terlebih dulu & bila Anda menjadi Dia, Apa yang ingin Anda Dengarkan?
Kenapa dompet, Hp Dll yang jatuh di kereta Jepang, keMungkinan besar akan balik ke Pemiliknya?
Karena yg menemukan langsung akan berpikir, bila uang di dompet ini Saya Ambil… Jangan-jangan yang punya, gak Punya uang lagi, gajian baru bulan berikut nya, Dia pasti akan bingung bayar hutang, bingung bayar listrik, bingung beli makan, nanti Dia akan dimarahin Istri, Anak2nya & Dia akan keLaparan atau Dia akan Mati karena perBuatan Saya ini.
Ya, Mereka selalu berPikir tentang Empati.
Itulah makanya Negaranya Aman & cepat maju karena sejak Kecil sudah diAjarkan & MenDalami Empati.
1. Pejabat yang merasa Gagal akan mundur, karena Dia pakai kacamata Rakyatnya.
2. Wanita pulang kerja malam hari terjamin keAmanannya, karena para Pria2 berPikir, gimana kalau itu Adik, Anak atau Istri Saya.
Milikilah ilmu orang Jepang seKiranya bermanfaat.
————————————–
Mengapa Saham-Indonesia mengambil langkah value investing, adalah alasan di atas. Metode gaya lama yang mungkin sudah diterapkan ribuan tahun dalam perdagangan. Semua pedagang menilai kualitas barang nya, kemudian memberikan penawaran.
Kami bukan mengambil metode pendekatan menggunakan sistem yang super canggih yang setiap beberapa bulan harus diganti karena keakuratannya telah menurun.
Kami juga tidak mengambil metode pembelian saham yang harus mengenal siapa yang melakukan transaksi, yang berarti kita harus kenal dengan banyak orang.
Kami menempatkan diri kami dalam posisi nasabah kami. Jika saya pemula, bagaimana cara saya bertahan di pasar modal. Jika saya mahasiswa yang memiliki dana terbatas, bagaimana cara saya bertahan di pasar modal. Jika saya ibu rumah tangga yang skill nya terbatas, bagaimana saya bertahan di pasar modal. Jika saya karyawan yang dananya terbatas dari gaji, bagaimana saya bertahan di pasar modal. Jika saya pemilik usaha yang sibuk, bagaimana saya bertahan di pasar modal. Dan banyak hal lagi.
Kita bisa saja orang pintar yang jago coding AFL, indikator super canggih, tapi apakah ini bisa dipakai semua orang? Kita bisa saja punya pengaruh dan dekat dengan pemegang saham mayoritas, tapi apakah semua orang bisa?
Ini tidak sesuai dengan pandangan ke depan kami yang berkeinginan untuk melihat tenbaggers Investor. Artikelnya bisa baca di sini.
https://saham-indonesia.com/index.php/243-tenbaggers-investor
Setelah melihat hal ini, sudah sepantasnya kami tidak membuang waktu melakukan hal yang berlawanan dengan tujuan kami. Definisi gila menurut Albert Einstein adalah mengerjakan hal yang sama Berulang-ulang dan mengharap hasil yang berbeda. Kita tahu metode yang digunakan membuat lose dan hanya kadang Kala berhasil, mengapa masih tetap harus diperjuangkan.
Dan dalam metode value investing, setiap orang bisa berhasil. Karena dari semua yang berhasil sebagai value investor, semuanya memiliki latar belakang yang berbeda. Latar belakang yang memberikan mereka keunggulan. Tapi semuanya membeli karena apa yang mereka ketahui. Kemudian sabar menunggu hasil berubah. Mereka tidak cutloss demikian juga tidak cut profit.
Ini adalah sedikit bahasan tentang latar belakang Warren Buffett.
Buffett displayed an interest in business and investing at a young age. Much of Buffett’s early childhood years were enlivened with entrepreneurial ventures. One of his first business ventures, Buffett sold chewing gum,Coca-Cola bottles, or weekly magazines door to door. He worked in his grandfather’s grocery store. While still in high school, he made money delivering newspapers, selling golf balls and stamps, and detailing cars, among other means.
Terlihat semua adalah bisnis yang nantinya akan dibeli dia. Mereka menjadi luar biasa karena melakukan apa yang menjadi keahlian mereka.
Sama seperti kita. Kita ibu rumah tangga, jago nawar di pasar, pakailah keahlian itu untuk menawar harga saham. Kita mahasiswa yang masih berhemat, gunakan MOS untuk membeli saham. Kita karyawan yang keuangannya di jatah per bulan, gunakanlah akumulasi bertahap. Kita pengusaha yang sibuk, gunakanlah strategi buy and hold. Kita pensiunan yang punya banyak waktu luang dan kenalan, gunakanlah waktu dan kenalan kita untuk melakukan riset.
Dan yang paling penting, memikirkan orang lain akan memperbesar peluang kita mendapat untung. Kami tidak akan membahas panjang lebar tentang itu di artikel kali ini. Tapi Silakan dipikirkan secara mendalam, apakah benar di setiap masalah yang kita hadapi, selalu sifat egois dan rasa aku ingin menang itu lebih mendominasi? Dan di setiap keuntungan yang kita dapatkan, selalu ada orang lain yang turut serta di dalamnya dan keinginan kita untuk membahagiakan mereka?
Investasi sendiri bukan melulu berbicara profit. Ada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Bagaimana kita menambah nilai bagi setiap aspek yang ada lebih berkualitas. Jangan seperti di film Deepwater Horizon, ketika keuntungan diutamakan, dan manusia di nomor dua kan.
Jadi, sesuai Japan way, peluang berhasil akan lebih besar jika ada unsur less me and more others.