


Belajar Value Investing dari pak Presiden
Selama beberapa waktu ini, Presiden kita, Joko Widodo sering menjadi trend setter akan hal yang dia lakukan. Jaket apa yang dia pakai, aksesoris apa yang dia pakai, akan menjadi trend dan Pedagang akan untung jika ikut menjual produk tersebut.
Terakhir adalah ketika beliau berbelanja sandal. Langsung dibahas media. Menariknya, sandal yang dibeli adalah harga diskon. Bukan harga premium. Jika saja kita bukan hanya mecontoh fisik dari pak presiden, cara berpikir dan bagaimana beliau mengambil keputusan juga layak untuk diikuti.
Kita senang membeli barang diskon. Pertanyaannya, apakah di saham kita juga bisa seperti ini? Ketika harga tertekan, kita justru senang karena musim diskon telah tiba.
Diskon adalah holy grail dari investasi. Sama seperti membeli sandal di saat musim sepi, maka ada musim sepi di saham juga. Ketika tidak ada hal baik yang terjadi dan pelaku pasar lebih memilih menjual dengan harga murah. Maka kita sebagai investor yang melakukan penilaian terhadap perusahaan, seharusnya bisa mengambil kesempatan ini.
Kita membeli karena tahu kualitas perusahaan yang kita beli. Perusahaan yang kita lakukan analisa terlebih dahulu. Tanpa tahu nilai perusahaan, bagaimana mungkin kita melakukan penawaran.
Pertanyaan selanjutnya, seberapa besar kita harus menawar. Ini Untungnya bursa saham. Kita bisa menawar dengan harga sesuka kita tanpa perlu melihat muka penjual yang emosi. Coba kalau di pasar sebenarnya. Orang menjual 100 ribu kita menawar 50 ribu.
Tapi menawar juga ada seninya. Menawar terlalu sedikit, kita akan nyangkut lumayan lama. Menawar terlalu banyak, kita bisa saja tidak mendapat barang dan ketinggalan kereta. Batas ideal menurut kami adalah diskon 30% dari nilai wajar perusahaan. Ini untuk perusahaan Kelas 1. Sedangkan perusahaan Kelas 2 dan 3 dan 4, diskon yang diberikan bisa lebih besar lagi.
Jika kita susah untuk menilai perusahaan, maka artikel berikut mungkin akan membantu.
Five second valuation
http://goo.gl/6agyom
Five second valuation manual
http://goo.gl/qowUBr
Mengenai Kelas dari perusahaan, bisa banyak faktor, misalnya Peter Lynch membagi saham berdasarkan kinerjanya, kita juga bisa membagi berdasarkan beberapa rasio keuangan. Atau juga dari likuiditas sahamnya. Apapun itu, yang penting kita paham apa yang kita kerjakan. Dan Sebisa mungkin penilaian ini gampang dan sederhana, sehingga kita tidak butuh waktu lama untuk melakukan perubahan, atau ketika mau mengecek data lama.
Kemudian hal kedua. Ketika presiden condong ke Asia sebagai patner baru alih-alih tetap fokus pada Barat sebagai mitra investor. Menurut kami ini langkah yang bagus karena ke depannya diprediksi Asia akan melewati Amerika dan Eropa dalam kekuatan ekonomi. China akan menjadi nomor 1 melewati Amerika. India akan masuk 5 besar. Sudah sewajarnya jika pemerintah sudah memikirkan langkah panjang untuk mempertahankan posisi Indonesia. Barat sendiri selama 10 tahun terakhir mengalami banyak masalah. Masalah yang membuat nilai ekonominya pasti turun.
Contoh saja. Berita di detik.com hari ini membahas bakal ada ledakan turis dari China karena penduduk menengah mereka bertambah banyak. Apakah kita siap untuk menampung tambahan devisa? Satu hal yang pasti, dengan memulai hubungan, dipastikan ada hal positif dan negatif yang akan terjadi. Tidak akan datar-datar saja.
Dan dalam pandangan investasi, mana yang layak kita beli, perusahaan yang sedang mengalami masa keemasan atau perusahaan mapan yang akan meredup? Wajar cara pandang pemerintah kita untuk bertahun-tahun ke depan. Waktu kami di Singapore, supir Uber di sana bercerita, bahwa dalam mengambil keputusan, negara mereka selalu memikirkan 50 tahun ke depan seperti mau seperti apa.
Dan jika semua berjalan seperti biasanya, Indonesia tetap akan maju, tapi kita memiliki bonus demografis sampai 2030. Artinya peluang besar ada di kita. Dan jika pemerintah bekerja keras membangun, seharusnya posisi Indonesia bisa lebih baik lagi. Ini cukup mengenai Indonesianya, nanti kami akan membuat artikel untuk itu.
Jadi, pepatah mengatakan, belajarlah sampai ke negeri China, maka bisa dikatakan sekarang, belajarlah dari presiden kita.