


Kapan Sahamnya Naik
Ini adalah salah satu dari 2 pertanyaan favorit yang sering kami terima. Yang lain adalah saham apa yang besok naik. Jadi selalu ada 2 yang orang ingin tahu. Beli saham apa dan kapan.
Setelah memilih saham X, investor selalu ingin tahu kapan akan naik sehingga bisa dijual. Yang kedua, maunya besok, 3 hari, atau minggu depan naik, Tolong kasih tahu saham apa yang seperti itu.
Pertanyaan gampang, jawaban susah. Tapi jawaban umum sih gampang, kalau kami tahu jawaban detilnya, kami sudah pensiun kaya raya sedang menikmati liburan di Hawaii seperti yang dilakukan Obama. Tidak perlu capek-capek ketik di medsos lagi, berusaha meyakinkan orang bahwa cara di atas adalah tidak akan berhasil.
Biasanya ketika jawaban tidak bisa muncul, penilaian orang langsung menyatakan berarti kalian bukan orang pintar. Orang pintar seharusnya tahu segalanya. Mudah-mudahan yang rajin mengikuti artikel kami sudah melampaui tahap penilaian di atas.
Dalam kehidupan, yang dikatakan pintar bukanlah orang yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi ke depannya. Misalnya tahu jam berapa temannya akan datang, tahu kalau ada penawaran, harus diterima atau di tolak, tahu harga cabe bulan depan berapa jadi sekarang harus nanam cabe atau beras, tahu kapan harus melakukan ini dan itu. Intinya orang yang tahu segalanya sehingga tidak perlu bertanya kepada bapak presiden dan kapolri.
Di sinilah presiden kita yang bijak memberi jawaban yang logis. Jika semua nanya ke presiden, presiden harus nanya ke siapa. Artinya bahkan seorang presiden juga tidak tahu segalanya. Apalagi memang ga ada pengalaman jadi presiden sebelumnya. Tapi menarik loh, orang yang menolak presiden terpilih karena alasan tidak ada pengalaman, juga menolak gubernur yang ada pengalaman. Jaman memang serba susah.
Jadi kita memang tidak perlu tahu segalanya. Cukup 1 hal yang perlu kita ketahui, apapun yang terjadi sekarang, kita tahu harus melakukan apa. Dalam konteks investasi, ketika pasar naik atau turun, kita tahu harus melakukan apa.
Dan pengetahuan ini datangnya dari pengalaman. Dan beberapa hal yang menjadi pengalaman kami mungkin bisa membantu.
Ketika laporan keuangan keluar dan hasilnya bagus, saham belum tentu akan langsung bergerak. Ini wajar. Untuk menggerakkan saham, butuh dana besar. Yang memiliki dana besar jelas bukan investor ritel yang bisa langsung memutuskan beli atau jual dalam waktu beberapa detik.
Ketika laporan keluar, perusahaan yang mengelola dana perlu melakukan perhitungan, berapa perubahan harga wajar yang terjadi. Kemudian mereka harus menghitung berapa jumlah pembelian atau penjualan yang harus mereka lakukan. Yang mana yang harus dijual, apakah yang dijual nanti mungkin ada kejutan menyenangkan atau menyebalkan. Setelah itu, laporan ini mungkin harus disetujui manajer investasi mereka.
Barulah setelah ada persetujuan, mereka bisa melakukan pembelian. Apakah langsung membeli? Tidak juga, apalagi kalau harga sudah terlanjur naik. Dan jika yang membeli adalah ritel, biasanya tidak ada yang berniat menunggu terlalu lama, jadi mungkin dalam seminggu jika harga tidak naik, rata-rata akan gerah dan menjual sahamnya, dan mungkin pada saat inilah dana besar baru masuk.
Kondisi lain, misalnya ada jumlah besar saham yang harus dijual. Kalau menjual dalam kondisi panik, jelas tidaklah baik, karena keuntungan akan kecil. Kecuali kondisi panik memang sudah terjadi, misalnya berita benar-benar jelek, atau situasi ekonomi dengan cepat memburuk seperti kejadian 2008. Tapi normalnya, semua orang ingin menjual dalam posisi untung.
Cara paling mudah untuk menjual dalam posisi untung adalah menunjukkan saham ini dalam kondisi bagus. Misalnya dibuat kondisi sempurna untuk orang tertarik membeli. Atau menaruhnya di display depan, bahwa ini adalah golongan 15 saham terbaik. Bagaimanapun juga, sebuah saham adalah bentuk perdagangan. Semua yang terlibat di dalamnya ingin untung. Di sini bukan badan sosial yang setiap hari membagi uang gratis.
Maka Tugas kita sendiri lah yang harus mengurus portofolio kita. Menanam jagung saja perlu dirawat supaya bisa panen, dan merawat ini butuh usaha dan waktu.
Kondisi lain lagi, kalau kita lihat, hampir pasti saham bergerak karena berita. Jadi apakah kita fokus ke mengumpulkan berita? Tidak juga. Berita cuma trigger. Fokus kita adalah nilai sahamnya. Apakah mahal atau murah. Jika karena berita saham menjadi murah, kita beli, jika menjadi mahal, maka kita jual. Ini untuk berita eksternal secara umum, atau disebut juga berita makro.
Menjadi mahal atau murah juga harus dicek lagi. Dari berita internal, berita yang berhubungan langsung dengan perusahaan, misalnya perusahaan yang menambah pabrik, jelas nilai perusahaan akan bertambah. Perusahaan yang kehilangan pabrik, maka nilainya akan berkurang.
Banyak juga ya yang harus diketahui. Karena itulah kita harus mengembangkan keahlian kita dalam bidang tertentu. Tidak mungkin kita bisa mengawasi semua saham. Satu investor ritel paling banyak hanya bisa mengawasi sekitar 50 perusahaan. Seperti komentar Warren Buffett : ketika saya kehilangan kesempatan di Microsoft, saya tidak menyesalinya, karena itu bukan keahlian saya, tapi saya akan merasa bersalah jika saya kehilangan kesempatan di bidang yang merupakan keahlian saya.
Apakah semua kondisi bursa seperti di atas? Tidak ada yang tahu kecuali rumput yang bergoyang. Satu hal yang pasti. Waktu akan mengobati semua hal. Dalam bursa, bukan yang pintar yang akan berjaya, tapi yang paling sabarlah yang akan berjaya.