


Apakah IHSG Sudah Mahal
Dengan kenaikan IHSG terus menerus dan sekarang ditutup di 5563, muncul pertanyaan, apakah IHSG sudah mahal dan saatnya jualan?
Untuk menjawab mahal atau tidak, kita harus punya data perbandingan. Dan kalau dibandingkan dengan data sebelumnya, rekor tertinggi IHSG ada di 5524 pada bulan April 2015. Jadi saatnya jualan dan berharap IHSG longsor ke 4000 atau 3000?
Sebelum mengambil keputusan, ada baiknya kita melakukan analisa dulu. Ini cuma gambaran bagaimana kami menghitung nilai IHSG, jika tertarik, silakan kembangkan Versi masing-masing.
Jika kita cuma membandingkan 2 nilai, jelas 5563 lebih mahal dibanding 5524. Tapi menghitung ekonomi tidak seperti ini. Di setiap saham ada perusahaan di baliknya. Kalau cuma kertas saham, jawabannya gampang saja. Tapi kita perlu bertanya kalau benaran cuma kertas kosong, mengapa ada saham yang bisa naik terus dan ada saham yang sudah hampir 10 tahun belum balik bahkan ke 10% dari harga tertingginya.
Kejadian acak? Ada kekuatan tak terbatas yang menentukan mana yang naik dan turun? Jauhkan pemikiran seperti itu. Karena kalau acak, maka orang yang berhasil tidak perlu bekerja keras lagi menghitung nilai perusahaan, tinggal lempar dadu, beli, dan kaya. Atau kekuatan besar, juga tidak, karena kalau kita jeli buka mata, orang-orang yang berhasil datang dari berbagai latar belakang yang tidak berhubungan.
Karena ada yang menggerakkan, makanya nilai setiap saham bisa berbeda nasibnya. Demikian juga nasib IHSG. Dan dari hitungan kami, dengan data 47 saham, yang mewakili 9% saham di IHSG, dengan market cap sekitar 55% dari IHSG, kami merasa data ini cukup bagi kami. Lagipula kalau sebagai investor ritel, kita tidak akan bisa mengcover semua perusahaan. Kecuali kita ada grup yang punya visi dan misi yang sama. 1 orang cover 20 perusahaan, atau 2 orang 1 sektor, maka cukup sekitar 20 orang untuk menguasai IHSG.
Bisa dicek di sini untuk daftar saham kami dan alasan kami memilih mereka : https://saham-indonesia.com/2014/10/ini-list-sahamku-mana-listmu/
Dari data kami – dengan data perkiraan saja, karena untuk data yang tepat 100% dibutuhkan analisa yang sangat besar – maka di bulan April 2015 total laba bersih perusahaan yang kami cover adalah sekitar 158,4 trillun rupiah dan dengan market sekitar 3.310,82 trillun, maka PER IHSG saat itu adalah 20.90.
Sebagai gambaran, ketika IHSG mencapai low di Agustus 2013, laba perusahaan ada di 146,28 trillun dan market cap 2.024,73 trillun, maka PERnya ada di 13.84.
Kenaikan 63.5% market cap yang dibarengi kenaikan 8.3% laba. Kenaikan yang tidak seimbang. Tapi IHSG di 2015 tidak akan jatuh terlalu dalam jika saja ada faktor kedua. Yaitu pertumbuhan laba. Sayangnya, ketika IHSG break high di April 2015, laba perusahaan justru turun 8.33% dibanding tahun sebelumnya. Dan kita tahu, manusia cenderung bereaksi berlebihan. Kenaikan 8.3% laba disikapi dengan kenaikan 63% nilai perusahaan, maka penurunan 8.3% laba juga diikuti kepanikan IHSG yang turun 27% dari titik tertingginya (kemungkinan cara hitung market cap dan nilai IHSG beda metode, jadi jangan samakan 63% kenaikan dan 27% penurunan. Apalagi kami cuma memakai 47 perusahaan. Hitungan kalau menurut nilai IHSG, kenaikan 63% market cap adalah sekitar 43% Kenaikan IHSG).
Bandingkan dengan ketika IHSG ada di titik dasar Agustus 2013 di sekitar 3837. Saat itu, Laba perusahaan justru naik 12.44%. Ketika sebuah barang bertambah mutunya, dan dijual dengan harga lebih murah, maka ini adalah kesempatan emas.
Bagaimana dengan kondisi sekarang? Dari data kami, sudah 29 perusahaan yang melaporkan keuangan mereka. Dan menurut data ini dan data saham di sesi siang, Laba perusahaan di sekitar 170,88 trillun dengan market cap sekitar 3.300,72 trillun. Artinya benar IHSG lebih mahal, tapi kualitas perusahaan juga lebih baik. Dan PER yang terhitung adalah 19.32, hampir mencapai titik tertinggi sebelumnya.
Apakah PER IHSG akan naik menembus angka 20.90? Jujur kami tidak pandai meramal. Jadi tidak ada kepastiannya. Ada 1 perbedaan lagi dengan kondisi 2015. Laba perusahaan tercatat mengalami kenaikan sekitar 8.10%. Dan jika ke depan perusahaan mencatat kinerja lebih baik, maka PER 19.32 akan turun, atau valuasi IHSG akan naik lagi.
Terlalu banyak angka, sepertinya akan membuat bingung dan mabok. Pada dasarnya, investasi ini adalah membeli prospek masa depan, jika kita merasa prospeknya bagus, maka kita mengambil posisi beli, jika prospeknya jelek, maka kita mengambil posisi jual. Perbedaan persepsi inilah yang membuat market dinamis setiap hari.
Bahkan sebenarnya angka-angka di atas cukup sebagai informasi, karena walau IHSG naik, belum tentu saham kita naik. Seperti saham kami di JSMR dan LPCK. Masih saja tiarap di bawah. Jadi adalah lebih penting kita mengurus perusahaan kita sendiri dibanding mengurus perusahaan tetangga yang tidak ada hubungannya. Apakah JSMR dan LPCK ke depan punya prospek cerah? Silakan kerjakan PR masing-masing.