


Investment Grade – What Next?
Berita investasi sore ini dipenuhi dengan Indonesia mendapat investment grade, yang sudah ditunggu-tunggu selama beberapa tahun. Seberapa besar efek rating ini dan bagaimana sikap kita sebagai investor?
Pertama kita akan bahas dulu apa gunanya rating. Misalnya kita punya uang dan ingin berinvestasi di sebuah tempat. Apakah kita langsung menaruh uang di sana dan berharap 1 tahun kemudian hasilnya akan kita terima? Jelas tidak. Karena kalau kita melakukan ini, kita sedang berjudi. Taruh uang di meja kasino, dan berharap kartu terbuka sesuai harapan kita. Investasi lebih dari itu.
Hal pertama yang harus kita perhatikan adalah risiko investasi, bukan berapa potensi profitnya. Karena dari risiko, barulah kita bisa mengukur seberapa besar potensi yang akan didapat. Seperti juga ketika melamar pekerjaan, kita menanyakan apa yang harus dihadapi, barulah kita bernegosiasi tentang gaji. Bukan terbalik, minta gaji dulu baru nanya apa tanggung jawab kita.
Profil risiko dalam berinvestasi tercermin dari investment rating seperti di gambar. Ada 3 perusahaan yang kredibel yang memberikan rating. Jelas ada perusahaan lain, misalnya di Indonesia ada Pefindo. Tapi ini Versi lokal, dan kecil efeknya bagi orang asing. Kita bisa lihat, jika kita mau berinvestasi ke sebuah negara, mana yang kita percaya, perusahaan lokal yang memberikan rating atau perusahaan internasional yang memberikan rating.
Perusahaan rating ini secara berkala memberikan rating bagi sebuah negara atau perusahaan, berdasarkan indikator yang telah dibuat.
Kalau dari gambar, rating ada 2 batasan yaitu yang investment grade dan non investment grade. Indonesia sebelumnya sudah mendapatkan investment grade dari Moody’s di Baa3 dan BBB- dari Fitch. Hari ini Indonesia mendapat kenaikan 1 rating oleh S&P dari BB+ menjadi BBB-. Walau hanya 1 peringkat, tapi ini membuat perbedaan yang jauh sekali. Seberapa jauh?
Sebagai gambaran. Jika kita membawa uang kita ke Afrika, karena buta kondisi negara sana, kita mengecek rating yang diberikan oleh lembaga yang kredibel. Jika masuk rating, kita akan yakin. Atau malah kita membuat aturan, hanya negara dengan investment grade yang boleh kita investasikan. Jadi yang tadinya tidak boleh, tiba-tiba menjadi boleh. Jika ada dana yang hanya boleh masuk kalau 3 perusahaan rating sudah memberikan investment grade, bisa di bayangkan berapa dana yang akan mengalir ke Indonesia? Ini perbedaan pertama.
Yang kedua, kalau negara itu mendapat rating yang bagus, artinya negara itu mendapat kepercayaan lebih besar, yang berarti risiko lebih kecil. Ini sama seperti kalau kita membeli produk yang ada label SNI. Minimal kita menyadari, ada faktor keamanan yang lebih terjamin dibanding tidak ada label tersebut. Jika risiko lebih kecil, maka sebagai balasannya, permintaan akan keuntungan juga lebih kecil. Permintaan keuntungan ini bisa tercermin dalam bunga yang diharapkan dari pinjaman yang diberikan, atau potensi keuntungan yang diharapkan. Ini wajar saja, kalau ada orang dengan track record lebih terjamin, kita akan mengenakan bunga pinjaman lebih kecil dibanding yang ada potensi kabur. Ini adalah rasional berinvestasi.
Jika negara atau perusahaan yang mendapat investment Grade bisa meminjam dengan bunga lebih rendah, ini berarti biaya yang dikeluarkan juga lebih kecil. Misalnya sebuah perusahaan butuh pinjaman 1 trillun. Perbedaan 1% saja sudah memberikan selisih 10 milyar. JSMR tahun ini membutuhkan 30 trillun untuk ekspansi bisnis. Bisa dibayangkan penghematan yang akan terjadi jika semuanya adalah dari pinjaman? Jelas ini tidak sesederhana contoh di atas. Banyak faktor yang berpengaruh. Tapi mudah-mudahan gambaran besarnya didapatkan.
Investment grade sendiri bukanlah akhir, tapi ini adalah awal. Ketika mendapat rating, berarti Indonesia menerima kepercayaan bahwa negara ini bisa mengelola keuangannya lebih baik dibanding kondisi sebelumnya. Namanya kepercayaan, jelas adalah tanggung jawab. Dan harus dijaga. Pemerintah sudah berusaha sebaik mungkin, dan harapannya, jika tidak banyak gangguan internal maupun eksternal, maka investment Grade ini akan menjadi modal besar untuk Indonesia menjadi negara maju.
Apa hubungannya dengan investasi saham? Sebagai contoh saja, Philipina mendapat investment grade di Mei 2013. Dan setelah 4 tahun, index Filipina telah naik dari sekitar 5000 menjadi hampir 8000. Kenaikan 60% dalam 4 tahun. Kalau Indonesia sekitar 5800, maka 4 tahun lagi mungkin saja bisa sekitar 9200. Cukup lumayan ya. Angka tersebut bisa terjadi bisa juga tidak. Silakan cari contoh negara lain yang mendapat investment Grade dan hubungannya dengan kenaikan bursa sahamnya.
Alasan sederhana adalah, seperti bahasan di atas, ketika negara mendapat investment grade, maka semakin mudah negara tersebut mencari pinjaman untuk membangun. Jika negara dan perusahaan mendapat uang lebih untuk berekspansi, dan dengan biaya lebih rendah, maka laba juga akan naik. Dan kita tahu, Laba secara jangka panjang berkolerasi besar terhadap harga saham. Laba baik maka harga saham juga berpotensi naik.
Naik seberapa, itu PR kita sebagai investor. Dan PR lain sebagai investor, investment grade adalah hal baik. Tapi bukan semua perusahaan akan mendapat efek positif yang sama. Ada yang lebih besar efeknya dibanding yang lain, karena struktur pemodalannya, terutama perusahaan yang membutuhkan banyak hutang. Kita sendiri harus mencari tahu yang mana yang lebih baik. Dan investment grade juga Ibarat pedang bermata dua. Dengan kemudahan berhutang, bisa saja perusahaan terlalu percaya diri dan meminjam terlalu banyak. Kita tahu, jika harapan melebihi kemampuan dan kenyataan, ada kemungkinan bisa ambruk.
Ini pentingnya mengikuti cerita perusahaan. Bukan asal sikat hanya karena kata investment grade. Nanti akan tersaring dengan sendirinya perusahaan yang lebih unggul karena grade dan tidak. Tugas kita mencari tahu, dan hanya waktu yang akan membuktikan. Ngomong-ngomong tentang ini, tadi siang ketika IHSG masih begitu-begitu saja, kami bertemu teman lama yang tertarik berinvestasi. Sepanjang siang, kami berdiskusi. Dan pas penutupan ketika ingin menunjukkan software investasi kepada teman, pas buka daftar saham, semua hijau. Waktu itu belum tahu ada berita ini. Dan setelah teman pulang, baru ngecek grup, dan ternyata sudah ramai.
Untungnya, seperti biasa, kami selalu full porto. Jadi tidak perlu panik membeli. Panik adalah musuh terbesar dari berinvestasi. Tanda kita tidak siap menghadapi apa yang terjadi. Sama seperti kata Peter Lynch, apapun yang terjadi, kita harus siap tertangkap basah dengan celana masih utuh terpakai. Jadi yang kami lakukan tetaplah tenang melanjutkan minum kopi sambil membaca grup diskusi.
Indah bukan kalau kita siap menghadapi apapun yang terjadi, dibanding menebak-nebak apakah investment grade jadi atau tidak. Karena setelah investment grade, nanti juga akan muncul yang lain. Baik ataupun buruk, kami selalu siap menghadapinya. Inilah kunci berinvestasi yang nyaman. Bukan karena kita tahu apa yang akan terjadi, tapi kita siap menghadapi apapun yang datang.