Menjadi Buffett

  • Save

 

Menjadi Buffett

Setiap orang pasti punya idola, baik orang nyata maupun fiksi. Misalnya sewaktu masih anak-anak, kita cenderung mengidolakan tokoh kartun, kemudian berkelakuan seperti mereka. Tapi semakin dewasa, rasanya hal itu semakin aneh sehingga kita mengubah menjadi tokoh nyata di dunia.

Mengidolakan, sehingga kita berusaha merubah penampilan seperti tokoh idola. Pakaian yang sama, gaya rambut yang sama, atau bahkan gerakan tubuh yang sama. Ini semua gampang dicontoh, tapi hampir tidak ada gunanya.

Misalnya kita mengidolakan Warren Buffett, investor terbesar di dunia saat ini. Apakah dengan mengidolakan Buffett, dengan minum coca cola seperti Buffett, makan burger seperti Buffett, atau berpakaian seperti Buffett, akan membuat kehidupan kita seperti Buffett? Sepertinya tidak. Kita bahkan berjalan berlawanan dengan apa yang dijalankan Buffett. Kita menghabiskan uang dan energi untuk hal yang tidak perlu, yang berlawanan dengan pemahaman Buffett berhemat untuk berinvestasi.

Tidak heran pada akhirnya kita menjadi bosan, dan mencari idola baru. Nantinya hidup kita akan pindah dari satu idola ke idola lain. Apakah salah seperti itu? Jelas tidak. Apalagi jika kita bahagia dengan jalan hidup seperti ini.

Bagi kami sendiri, menjadi seperti Buffett adalah berarti mengikuti cara berpikirnya. Lebih penting adalah mengapa dia hanya punya rumah 1 yang sederhana di Ohama, mengapa dia minum coca cola dan makan burger. Dan mengapa dia mengambil keputusan ini dan itu.

Yang pasti satu hal, bahkan Buffett yang telah master di investasi pada akhirnya juga akan salah. Mengikuti cara orang tanpa tahu alasan di belakang nya, akan membuat kita berisiko gagal besar. Alasannya, ketika di awal, kita tentu berhati-hati dalam mengikuti, barulah ketika benar beberapa kali, kita akan percaya diri menambah jumlah berinvestasi. Namanya manusia, pasti pernah salah. Pas salah kita malah ikut dengan jumlah banyak. Akhirnya rugi besar.

Jika kita masih punya keyakinan pada nya, kita akan mulai ikut lagi dengan jumlah kecil seperti di depan. Dan pas sudah benar berkali-kali, kita menambah posisi, kesalahan muncul lagi.

Selama beberapa tahun terakhir, Buffett mengambil keputusan yang mungkin membuat kita bertanya-tanya. Misalnya ketika dia ditipu pemalsuan laporan keuangan sebesar 8 trillun rupiah. Atau ketika dia membeli IBM saham teknologi, pada akhirnya melepas hanya dengan keuntungan sekitar 5% setelah 6 tahun. Itu pun baru 1/3 dan sekarang masih nyangkut 2/3 dengan potensi kerugian 10%. Dan Buffett yang mengutamakan manajemen, berinvestasi di United Airlines, yang kita tahu bagaimana perlakuan mereka kepada pelanggan.

Apakah kita masih yakin untuk tetap mengikuti nya? Misalnya setelah mengalami kerugian di IBM karena mengikuti Buffett, apakah kita masih percaya diri mengikuti Buffett membeli Apple? Saham Apple naik lumayan loh.

Mengikuti Jejak orang sukses bukanlah mengikuti hasil yang dia capai. Tapi kita mengikuti apa jalan yang dia tempuh untuk mencapai itu. Buffett sering membaca buku, sehingga menyerap banyak ilmu. Kami tidak ada datanya, tapi orang terkaya di dunia, Bill Gates membaca 1 buku tiap minggu, artinya 52 buku per tahun. Kita seberapa jauh perbedaannya?

Ketika pasar berdarah-darah, semua orang berkata investasi itu tidak bagus, orang-orang yang paham masuk sehingga ketika pasar menjadi baik, mereka sudah ada posisi meraup untung.

Ketika orang berlomba-lomba meningkatkan konsumsi di jaman enak, Buffett dan kawan-kawan berhemat supaya bisa meningkatkan pembelian investasi di jaman susah.

Kami masih ingat beberapa tahun lalu ketika ada kenalan yang menanyakan ke analisnya saham yang benar-benar parah kinerjanya. Pertanyaannya cuma 1. Apakah perusahaan ini akan bangkrut? Jawab analisnya tidak. Maka dia membeli sangat banyak. Dan sekarang kalau tetap bertahan, potensi untungnya sudah 30x dari modal. 30x alias 3000%, bukan 30%.

Berinvestasi itu pada dasarnya sederhana, seperti yang dilakukan Buffett. Membeli perusahaan bagus yang punya prospek, dikelola orang baik dan dijual dengan harga masuk akal. Yang susah sisi emosional kita dalam berhadapan dengan itu.

Yang kita butuhkan hanyalah merasa cukup, punya disiplin, kesabaran, rajin meningkatkan diri, latihan, serta akal sehat. Emosi di luar ini kecil manfaatnya, termasuk senang dan susah ketika melihat saham bergerak naik dan turun.

Jadi, apakah tujuan kita menjadi Buffett atau cuma seperti Buffett? Dan pada akhirnya, sesuai kehidupan itu sendiri, yang kita idolakan juga akan berakhir. Apapun yang muncul pasti memiliki akhir.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Copy link