


Piknik ke Malaysia
Setelah membawa orang tua ke Hong Kong, kami juga ke Malaysia. Penang dan Kuala Lumpur. Ke Penang untuk menemani orang tua mengecek kesehatan dan kemudian nyambung ke Kuala Lumpur membawa keponakan berwisata.
Salah satu yang bagus selain untuk jalan-jalan adalah kita bisa mengamati bagaimana kehidupan di Malaysia. Ini gunanya piknik yang utama. Kalau cuma merasakan pemandangan, lewat YouTube mungkin lebih murah.
Satu yang menarik. Baik di Penang maupun Kuala Lumpur, beberapa kondisi kami share, ada yang selalu melihat dari sudut pandang apa yang jelek dari kondisi ini. Seperti di saham, kondisi apapun juga selalu akan ada yang memberikan pandangan jelek. Kemampuan melihat sesuatu adalah jelek kami sebut negative thinking. Berbeda dengan kondisi umum yang jika mayoritas berkata jelek, maka benaran jelek, maka di saham, kita harus berpikir sebaliknya. Justru pada kondisi ketika mayoritas bilang jelek dan harga tertekan, biasanya peluang muncul.
Cara pandang ini harus dilatih, terutama kemampuan berpikir dari sisi yang lain. Selalu diingat, ketika di atas kita harus cukup rendah hati untuk melihat datangnya perubahan, ketika di bawah, kita harus cukup sabar untuk menunggu datangnya perubahan. Seperti artikel kami sebelumnya, IHSG tidak murah-murah amat.
Balik ke piknik di Malaysia. Kadang kami juga mengobrol dengan penduduk di sana, terutama sopir uber dan grab. Dengan mengobrol kita bisa mengetahui cara pandang masyarakat di sana, siapa tahu kita akan buka usaha, dan yang paling sederhana, dengan ngobrol, supir akan lebih rileks dan merasa nyaman dengan kita. Sehingga peluang membawa kita mutar-mutar lebih kecil kemungkinannya.
Ternyata ketidak puasan terhadap hidup di sana juga dirasakan rakyat. Jadi di kondisi apapun, selalu ada yang merasa tidak cukup, dan selalu ada yang merasa sudah OK. Bagi kami, lebih baik merasa sudah berkecukupan. Bukan karena dengan begitu kita berpuas diri, tapi dengan merasa cukup, kita bisa dengan tenang melihat semua kondisi yang muncul. Dan kemampuan ini adalah salah satu yang terpenting dalam berinvestasi. Dan kami juga sempat menunjukkan aplikasi gojek yang membuat takjub supir di sana. Sangat lengkap bagi mereka.
Dan kondisi Malaysia juga tidak beda jauh dengan Indonesia. Masih dalam tahap berkembang. Karena itu, masih banyak ketidak efisiensian dalam banyak hal. Misalnya ketika kami memesan bus dari Penang ke Kuala Lumpur. Karena harus pindah-pindah terminal, maka waktu dan uang terbuang. Dan juga untuk pembelian pulsa. Tidak seperti Singapore atau Hong-Kong yang beli 1x bisa dipakai seminggu, di Malaysia malah kuota nya cepat habis. Tapi sudah lebih baik dibanding dulu pertama kali datang. Karena tidak paham, sehari kami kena charge 150ribu dengan memakai nomor Indonesia.
Dan teknologi juga yang membuat kita bisa menjelajah ke berbagai tempat. Dan kejutan yang paling bagus selain membawa keluarga jalan-jalan adalah kami menemukan pameran buku di Kuala Lumpur. Ini terjadi ketika kami membawa keponakan melihat ikan di semacam Sea world. Konsep pameran buku seperti big bad wolf, tapi kondisi bukunya benar-benar berbeda. Banyak sekali buku berkualitas dibanding big bad wolf yang mayoritas adalah buku anak-anak.
Menariknya, dulu pertama kali ke Kuala Lumpur kami menemukan One Up on Wall Street. Dan keputusan kami membeli saat itu adalah yang terbaik. Saham-Indonesia dibangun berdasarkan fondasi ajaran Peter Lynch. Sekarang kami bertemu lagi buka investasi yang lebih banyak di pameran. Siapa yang bisa menyangka, ribuan kilometer, membawa keluarga jalan-jalan, tanpa Sengaja bisa bertemu pameran buku.
Sehari sebelum ke pameran buku, kami berkunjung ke toko buku tempat kami membeli One Up. Tidak ada satu pun buku investasi yang kami tentukan. Seperti juga di gramedia. Apakah karena tidak laku lagi dan orang-orang hanya ingin cepat kaya? Padahal membangun kekayaan tidaklah demikian.
Dan di pemeran, karena harus membawa keluarga ke seaworld, kami berbagi tugas. Dan ke pameran buku hanya dengan modal RM 100. Asumsi awal cuma untuk melihat-lihat, dan uangnya untuk urusan mendesak saja. Ternyata begitu banyak buku bagus, dan uang seberapa pun sepertinya tidak cukup. Di saat inilah harus selektif, mana buku yang akan dibeli. Kondisi yang sama seperti di saham. Dengan modal yang terbatas kita melakukan transaksi saham. Memilih mana yang terbaik. Kalau punya dana tak terbatas sih gampang, Ibarat main game dengan nyawa cheating. Justru dengan keterbatasan ini yang jadi pembeda. Money management adalah salah satu yang terpenting. Ketika di bawah dan terbatas, apa yang kita lakukan yang jadi pembeda.
Dan melalui pengalaman ini, kami menambah 1 alasan menarik untuk ke Kuala Lumpur lagi. Dan setelah mengecek, ternyata pameran yang sama juga diadakan di Singapore. Walau yang tahun ini sudah lewat, tapi akan menarik jika nanti ada grup investor yang berwisata sambil berburu buku yang bagus. Tourism yang berbeda dari biasanya.
Satu hal lagi. Seperti Hong Kong, Singapore, di Malaysia juga porsi makan mereka sangat besar. Nasi bisa 3x dari orang Indonesia. Ini berarti pembakaran kalori mereka lebih besar. Apakah ini ada hubungan dengan transportasi yang lebih maju sehingga rakyatnya dipaksa berjalan kaki lebih banyak? Bisa saja. Jadi kami menaruh harapan kalau infrastruktur Indonesia juga maju, maka gaya hidup masyarakat juga akan berubah. Berarti ada peluang lagi di AISA, ROTI, dan saham makanan lainnya. Selain itu, infrastruktur berarti di saham konstruksi.
Kita tidak bisa berdiam diri melihat negara lain bergerak maju lebih cepat dibanding Indonesia. Bahkan salah satu negara di Afrika, yang cukup terbelakang, sudah punya LRT. Bukan Afrika Selatan loh, tapi Addis Ababa, ibu kota Eitophia, yang di gambaran kami isinya padang rumput penuh binatang.
Ini gunanya kita piknik. Hal baik wilayah lain bisa kita tiru dan kembangkan, hal buruk bisa kita jadi kan pelajaran supaya tidak terjadi di kita. Bagaimanapun juga, guru terbaik adalah pengalaman orang lain. Sama seperti di saham, jika orang ini sudah pakai cara A dan gagal, dan cara B berhasil, kita tidak perlu menawarkan diri untuk mencoba cara A lagi.
Seperti kata Jack Ma. Ketika 20an, lihatlah dunia dan belajar dari nya. Ketika 30an, kembangkan passion kita. Ketika 40an, Fokus lah dengan keahlian kita. Dan ketika 50an, Bantulah yang muda. Dan di umur 60an ke atas, luangkan waktu untuk kita sendiri.