


The Last Jedi
Film ke delapan dari franchise Star Wars. Ini membuktikan Star Wars masih bernilai dan diproduksi terus. Dan ini yang membuat Disney mengakuisisi Lucasfilm. Ini adalah hal wajar. Karena perusahaan berisi manusia yang selalu ingin berkembang. Dengan kreativitas ataupun kekuatan dana, berusaha memperbesar kapasitas mereka.
Pembahasan berikut bisa saja menjadi spoiler buat yang belum menonton, jadi silakan diskip dulu. Sesuai judul film, berarti di film ini adalah tentang Jedi terakhir. Apakah seperti ini? Kalau menurut kami, seperti di paragraf awal, selama bisa menghasilkan, tidak ada kata yang terakhir. Dan perkembangan manusia juga sama. Tidak ada yang namanya ujung. Seperti kalau di film dibahas, oh si ini dan itu meninggal, ini cuma hanya 1 momen. Setelah itu? Film akan berjalan, dan kejadian yang telah lewat akan menjadi memori dan masa lalu.
Demikian juga di saham, apakah ada kejadian buruk ataupun baik di satu hari, setelah dilewati, semua akan menjadi masa lalu, dan bursa akan bersiap menghadapi kejadian mendatang lagi. Jika kita selalu mempersiapkan diri menghadapi kejadian masa lalu, maka kita akan selalu ketinggalan kejadian di depan. Bagi Peter Lynch, ini namanya Penultimate Preparedness. Mempersiapkan diri menghadapi masa lalu, bukannya masa depan.
Kita juga melihat setiap peran di film memiliki masa-masa sulit, dan reaksi terhadap itu kondisi itu akan menentukan perkembangan selanjutnya. Apakah kita akan bereaksi negatif terhadap kondisi yang muncul, atau bereaksi positif. Jika kita belajar sesuatu, maka kapasitas kita akan meningkat, dan ketika masalah sama muncul, kita telah memiliki satu solusi untuk itu. Jika tidak, berarti kita menutup masalah dengan masalah berikutnya.
Dalam bursa, ada 2 sifat utama yang harus dikurangi, yaitu fear dan greed. Takut ketika melihat harga saham jatuh, dan serakah ketika melihat harga saham naik. Mentalitas ini membuat kita mengurangi potensi keuntungan kita. Di mana ketika kita menjual murah, berarti cenderung rugi, atau membeli ketika harga naik, berarti kita membeli lebih sedikit di harga tinggi, dan potensi untung berkurang. Dengan memperbesar kerugian dan mengecilkan keuntungan, adalah cara yang berlawanan dalam meningkatkan kekayaan. Boleh dibilang ini dark side dalam berinvestasi.
Dark side lain dalam dunia berinvestasi adalah berharap bursa turun tajam atau crash. Dalam konsep value investing, tidaklah ada konsep demikian. Kita selalu mencari peluang bertumbuh perusahaan baik. Mengharap kondisi ekonomi buruk sama juga berharap kapal yang kita tumpangi bocor. Resesi membuat kita sendiri tidak yakin akan masa depan finansial kita. Apakah kita termasuk yang pengurangan karyawan atau tidak, atau gaji tidak naik, atau bonus akhir tahun dihilangkan. Ini otomatis membuat kita merubah rencana investasi kita.
Kalau kita sekarang menjawab coba kalau nanti resesi datang, saya akan membeli semua saham, sepertinya sedang berandai-andai kondisi buruk pada saat sedang di situasi baik. Apakah sekarang investor berani membeli saham yang sedang tertekan? Misalnya sektor properti dan konstruksi. Jika tidak, mengapa investor ini berharap berani membeli saham UNVR atau BBCA di harga turun 30% dari puncaknya?
Satu-satunya signal beli saya adalah ketika menemukan perusahaan yang saya sukai. Dengan cara ini, tidak ada kata terlambat untuk membeli saham. Kalimat dari Peter Lynch di buku One Up on Wall Street. Seperti seorang jedi yang berlatih membutuhkan guru pembimbing, maka kita sebagai investor juga harus mencari seorang mentor. Dan mentor yang benar-benar telah teruji, bukan yang hanya teks book atau juga baru memulai di bursa. Ilmu boleh banyak, tapi mental akan berbeda antara yang baru terjun dan yang sudah punya pengalaman yang benar dalam berinvestasi.
May the force be with you.