


Halo Halo
Sejak pertama kali punya handphone, kami menggunakan jasa telkomsel. Ketika kartu Perdana berharga ratusan ribu. Bahkan nomor cantik bisa dihargai jutaan dan di Lelang. Dan sejak kecil ketika pertama kali punya telepon rumah, juga memakai jasa telkom. Ketika dicek ternyata tidak punya sahamnya, sepertinya aneh.
Dulu pernah ada. Ketika membeli di harga 2000 per lembar. Sayangnya, mental belum terasah sehingga ketika harga menyentuh 2200 sudah dijual. Untung 10% lumayan juga mikirnya. Tapi orang yang menjual di 10% jelas tidak akan melihat keuntungan 50%. Yang menjual di 50% tidak akan melihat keuntungan 100%. Bagaimana Kalau turun jika tidak menjual? Untuk bagian itu tidak kita bahas di sini.
OK, jadi sekarang sudah memutuskan untuk membeli. Beli di berapa. Kami tidak akan mematok harga tertentu, karena harga hanya bisa didapatkan setelah menilai bisnis. Dulu harga 2200 sudah jual, tapi hari ini 2200 mungkin akan menggunakan seluruh harta untuk membeli. Semua Balik ke fundamental perusahaan.
Dalam menggunakan nomor telepon, hampir mirip dengan nomor rekening bank. Setelah kita menggunakan 1 nomor, adalah sangat merepotkan jika kita harus mengganti nomor. Seluruh kenalan kita harus diberitahu. Mungkin bank lebih susah karena ada yang terlewatkan akan membuat bisnis atau pembayaran kita menjadi kacau.
Dan untuk nomor kontak, semakin lama, kita akan semakin susah untuk melepaskannya. Kecuali niat nya menipu sehingga perlu mengganti nomor terus menerus. Untungnya registrasi membuat pergantian nomor menjadi lebih repot. Dan bagi pemilik bisnis, pelanggan yang lebih loyal atau sulit berpindah adalah Kabar baik.
Plus sekarang telepon digunakan untuk mengakses internet atau bermain game. Kegiatan yang dulu dilakukan di komputer. Artinya kebutuhan data semakin besar. Orang mungkin akan mikir-mikir jika mengeluarkan uang untuk membeli barang, tapi sepertinya 50.000 akan keluar dengan gampang untuk membeli pulsa internet. Apalagi menurut survei, Internet, makan, dan rokok adalah 3 kebutuhan utama rakyat Indonesia saat ini. Mungkin Internet sudah lebih penting. Kita bisa menahan lapar seharian, tapi jika tidak pegang handphone sehari, apakah bisa?
Ini analisa sederhana tentang telkom. Mengapa telkom, bukan perusahaan telekomunikasi lainnya? Gampang nya karena market leader. Mungkin ada keuntungan membeli perusahaan lain, misalnya kalau dulu rugi dan sekarang menjadi untung, maka harga saham bisa melonjak tinggi. Tapi kami sendiri mulai fokus untuk melihat jauh ke depan. Apa yang akan tetap berjaya bertahun-tahun ke depan.
Seperti Warren Buffett yang merupakan pelanggan Coca-Cola dan membeli sahamnya, maka kami juga adalah pelanggan telkom dan seharusnya membeli sahamnya. Tapi ingat ya, menjadi pengguna bukanlah kesimpulan akhir untuk membeli. Ada poin demi poin yang menjadi trigger kita mengambil keputusan.
Beli di berapa. Ini yang menarik. Sayang sampai hari ini, belum ada rumus pasti untuk menentukan harga beli. Jika ada, sudah pasti tidak ada yang jualan. Atau orang-orang terkaya di dunia menggunakannya secara diam-diam. Justru karena market serba tidak pasti, maka ada yang membeli dan ada yang menjual. Adalah keputusan kita yang menentukan kita ada di sisi mana.
Pas beberapa waktu ini saham telkom tertekan terus. Apapun alasan di Balik penjualan, menurut kami harga di atas 4000 adalah mahal. Wajar jika barang mahal akan banyak yang menjual. Ketika semua baik-baik saja, mungkin orang termotivasi untuk membeli dengan harapan besok ada orang lain yang akan menawar lebih tinggi, tapi situasi ini tidak akan berlangsung selamanya. Ketika investor mulai melihat realita, maka harga akan Balik ke logika. Lihat saja bitcoin yang sekarang sudah turun lumayan. Semua pembelian yang didasari FOMO, fear of missing out, takut ketinggalan, yang berdasarkan emosional, cepat atau lambat akan berakhir karena emosi akan berubah terus.
Inilah gunanya margin of safety, ada batasan yang benar-benar harus kita patuhi supaya tidak terjebak. Sama seperti ketika masuk sebuah toko, ada sebuah alarm di otak kita yang akan memperingati kita bahwa harga sudah terlalu mahal. Kalau beli barang yang sederhana saja kita menerapkan metode MARGIN OF SAFETY, mengapa di saham yang demi masa depan kita yang cerah tidak dilakukan.
Jadi ketika harga turun, dan bisnis secara umum tidak ada masalah besar, maka ini adalah kesempatan yang ditunggu. Bahkan Buffett mengatakan satu-satunya skenario yang membuat dia berhenti berpikir membeli adalah ketika perang nuklir. Perang nuklir bisa saja terjadi, tapi berapa persen peluang itu terjadi. 99% hidup kita sepertinya akan baik-baik saja, satelit telkom juga tidak tiap hari akan rusak, jadi untuk apa takut melakukan pembelian. Lihat gambaran jauhnya.
Setelah benar-benar memutuskan beli, dan melakukan transaksi, maka Tugas kita adalah menjauh dari market. Keributan market akan membuat kita tidak bisa tenang memegang saham kita untuk waktu lama. Lagipula tidak punya uang, satu-satunya tindakan yang bisa dilakukan ketika memantau market adalah menjual. Jika tidak ada rencana menjual di harga sekarang, buat apa terus-menerus melihat. Justru kita harusnya keluar melihat apa yang bisa mempengaruhi nilai perusahaan kita. Nilai, bukan harga. Dan yang kami lakukan adalah bergaul dengan orang-orang yang punya visi sejenis. Orang-orang yang juga melihat nilai perusahaan di atas harga saham. Ini menarik.
Tadi ketika pasar goyang, kami malah sedang menonton film Pasific Rim 2. Apakah dengan begini, kita akan kehilangan timing untuk menjual ketika koreksi akan datang? Bisa saja. Tapi dengan terus-menerus memantau market, mungkin saja akan membuat kita juga terlalu cepat menjual dan melewati kenaikan yang menyenangkan. Selalu ada sisi A dan B dari sebuah tindakan. Mana yang kita pilih, tergantung dari tujuan kita berinvestasi.
Tadi di film ada yang menarik. Salah satu orang di dalamnya selama 10 tahun membaca isi pikiran monster. Akhirnya jalan pikiran dia terpengaruh oleh monster itu. Sama juga dengan kita sebagai investor. Siapa yang ingin kita dengar cara berpikirnya. 10 tahun kemudian nasib kita akan seperti orang itu juga.
Ini sudah pasti, seperti pepatah Burung Sejenis Terbang Bersama, investor sejenis jaya bersama. Makanya kami pribadi sudah menentukan apa yang ingin kami lakukan di investasi. Tidak ada kata negosiasi untuk para teroris market.
Pikiran manusia akan berkembang terus. Kami yang sekarang sudah jauh sekali dibanding 3 tahun yang lalu. Apalagi investor yang mengambil jalan yang berbeda. Karena itu, Invest Long, Prosper, and be Happy. Berinvestasi untuk tujuan jangka panjang, menjadi makmur, dan berbahagia.