Melihat Masa Depan

  • Save

 

Melihat Masa Depan
 
Andaikan kita bisa melihat masa depan. Pasti kondisi kita akan lebih baik dari sekarang. Ini keinginan semua orang. Kalau benar ini bisa dilakukan, berarti semua orang akan menjadi lebih baik.
 
Kalau di bursa saham, semua orang tahu masa depan, maka jika masa depan adalah buruk, siapa yang mau membeli sekarang. Kalau masa depan adalah baik, siapa yang mau menjual sekarang. Justru karena masa depan tidak jelas, maka pihak yang optimis akan membeli dan pihak yang pesimis akan menjual.
 
Tapi balik lagi ke pernyataan awal, kalau ada yang bisa melihat masa depan, maka kehidupan orang itu jelas akan semakin baik. Dan kita tahu, kehidupan value investor yang sudah di depan kita, makin lama makin baik.
 
Artinya apakah mereka bisa melihat masa depan? Kalau dari pernyataan mereka, jelas semua mengatakan tidak bisa meramalkan masa depan. Jadi pilihan kita adalah mengatakan mereka berbohong dan mencari guru lain, atau mempercayai mereka dan mengikuti metode mereka.
 
Metode mereka salah satunya adalah belajar dari transaksi masa lalu. Ini akan susah jika kita terlalu sering melakukan transaksi. Menilai transaksi bisa dilakukan kalau pikiran dalam kondisi tenang. Seperti Buffett yang menilai transaksi yang mereka lakukan. Salah satunya ketika membeli perusahaan makanan dengan nilai 10 juta usd. Karena dirasa bermanfaat, maka pasar transaksi ini diulangi di Coca-Cola dengan nilai 1 milyar usd.
 
Dan ini diulangi lagi di perusahaan Apple dengan nilai lebih besar lagi. Artinya Buffett semakin jago dalam menilai peluang yang muncul. Untuk cerita ini, bisa dibaca di the tao of Charlie Munger. 
 
Kali ini kami membahas tentang sebuah saham. Sudah 2 artikel ditulis mengenai saham ini. Mengenai cara kerja bisnisnya dan kemudian potensinya. 
 
https://saham-indonesia.com/index.php/analisa-dasar/392-aces-saham-yang-sempurna
https://saham-indonesia.com/index.php/analisa-dasar/226-the-power-of-cloning
 
Sayang, perusahaan ini telah kami lepas karena menurut kami waktu itu sudah mendekati harga wajar, sudah mendekati PER 30, plus membaca bahwa SSSG nya negatif, kemudian membaca bahwa pergerakan bisnisnya sejalan dengan index property Indonesia. 
 
Benar bahwa kondisi ini tidak baik untuk perusahaan, sayangnya kami lupa juga bahwa perusahaan yang baik jelas tidak akan tinggal diam melihat kondisi dia menurun. Minimal manajemen berkeinginan untuk memperbesar gaji mereka. Atau naik jabatan. Atau ingin bonus akhir tahun yang lebih besar. Apapun itu, berarti manajemen akan rajin berusaha. 
 
Dan hasilnya, perusahaan ini akhirnya tidak memiliki hutang yang berbunga, artinya sangat sehat sekali. Tanpa hutang bank atau obligasi, maka tidak ada bunga yang dibayar, artinya ini akan meningkatkan laba perusahaan. 
 
Setelah itu, karena ekonomi membaik, SSSG yang tadinya negatif berbalik positif. Artinya kondisi jelek berubah menjadi baik. 
 
Dan karena kinerja meningkat, maka nilai ketika kami membeli, ketika harga sekitar 700 dengan EPS 35, berarti PER 20, dan sekarang EPS sudah di sekitar 50. Maka PER modal kami sebenarnya cuma 14. Dan 3 tahun lagi, jika semua berjalan normal, PER modal kami sudah di 10. 
 
PER belasan untuk perusahaan tanpa hutang, membagi payout ratio untuk sekarang di 50%, tiap tahun bertambah beberapa cabang, dan uang kasnya saja sanggup melunasi seluruh liabilitas dia, adalah sangat-sangat pantas. 
 
Apalagi kalau dicek sejarah perusahaan selama 10 tahun terakhir, kinerjanya tidak pernah anjlok. Hanya sedikit perusahaan di bursa yang seperti ini. Apakah kita menemukan perusahaan fast growing sesuai kriteria atau perusahaan dengan moat sesuai kriteria Buffett?
 
Andaikan saja waktu itu kami bisa melihat masa depan. Tapi apakah ada penyesalan, coba waktu itu kami………. (membeli lebih banyak, tidak menjual, atau tindakan lain), maka kami pastikan tidak ada. Karena kapasitas kami waktu itu adalah di level itu.
 
Dan dengan melihat lagi apa yang telah dilakukan orang di depan, kemudian apa yang kita lakukan di belakang, maka sudah seharusnya ke depannya kita akan berkembang lagi.
 
Yang membaca? Jelas ini adalah jalan pintasnya. Sama seperti Benjamin Graham yang jatuh bangun dan Buffett belajar darinya sehingga tidak perlu mengulangi proses yang sama. Kemudian ada yang belajar lagi dari Buffett sehingga tidak perlu mengulangi proses yang sama. Maka adalah bijaksana kita yang membaca juga belajar melompati proses yang tidak perlu.
 
Dengan pemahaman bahwa aset paling berharga adalah waktu, maka menghemat waktu belajar adalah tindakan paling logis yang bisa kita lakukan.
 
Dan ini semua hanya bisa kita dapatkan melalui proses transaksi yang kita lakukan sendiri, bukan melalui stock picking dari orang lain. Stock picking adalah salah satu yang menurut kami tidak terlalu penting karena kita ikut orang hanya ketika dia benar, dan kita tahu, tidak mungkin ada yang selalu benar. Ketika orang itu salah, kita akan mengulangi proses mencari orang paling benar lagi. Sampai kapan ini akan kita lakukan? Hanya setelah bisa melihat masa depan kita akan tahu apa yang harus dilakukan. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Copy link