


Siapa Paling Menderita
IHSG turun, banyak saham juga turun, dan portofolio kita juga turun. Maka kita merasa kita ini investor paling menderita sedunia. Setiap orang bisa saja berpikir demikian. Contohnya Adolf Merckle, salah satu orang terkaya di Jerman, ketika krisis 2008, memutuskan untuk bunuh diri karena asetnya mengalami penurunan.
Apakah bunuh dirinya disebabkan aset menurun, atau kehilangan muka karena sebagai pengusaha sukses kok bisa rugi, atau sebab lain, kita tidak akan tahu dengan pasti. Tapi bunuh diri jelas adalah tindakan untuk berusaha lepas dari masalah dengan cara bodoh. Efek-efek bunuh diri tidak kita bahas di sini.
Cuma waktu itu, bisa dirasakan Adolf Merckle merasa juga dia orang paling menderita di dunia. Dunia sudah melawan dia, dan bunuh diri adalah pilihan dia satu-satunya. Bagaimana dari sudut pandang pihak ketiga? Sepertinya masih banyak hal bagus. Di artikel disebut aset dia masih ada 6 milyar usd, atau sekitar 84 trillun rupiah, dan ketika krisis dia berhasil mendapat kontrak untuk menyelesaikan masalah finansial perusahaan dia.
Sama juga seperti kita. Di saat turun, apakah kita satu-satunya? Sepertinya tidak. Banyak juga saham yang turun. Misalnya salah satunya HMSP yang sebagai salah satu yang terbesar di bursa. Sudah turun sekitar 40% dari titik tertingginya. Tidak banyak faktor penyebab turunnya HMSP. Apakah ke depan akan naik lagi? Bisa ya bisa tidak.
Tapi hidup akan terus berjalan. Selalu ada naik dan turun. Ketika di Januari IHSG mencapai 6700, semua merasa semangat, semua sibuk meramalkan IHSG akan terus maju, bagaimana dengan sekarang? Apakah ramalan kemajuan investasi masih tetap konsisten?
Bagi kami, masalah meramal itu cuma opini tambahan. Hampir tidak ada pengaruhnya terhadap tujuan akhir kami berinvestasi. Alasannya, sebagian besar ramalan ini dipengaruhi faktor emosi. Dan kita tahu, emosi manusia akan berubah-ubah terus. Ketika naik semua semangat, ketika turun, semua frustasi. Satu-satunya alasan kita perlu tahu tentang faktor emosi dalam berinvestasi adalah ketika frustasi, harga saham akan turun, dan ini memicu signal beli kita. Dan ketika orang bersemangat, harga saham akan naik, dan ini memicu signal jual kita. Be fearful when other greedy and be greedy when other fearful.
Sayangnya, belum ada cara yang bisa dengan tepat menebak batas ketakutan dan keserakahan manusia. Jadi bisa dibilang hampir tidak mungkin bisa secara konsisten menebak titik paling atas atau paling bawah harga saham.
Karena inilah, berinvestasi selalu kami usahakan sederhana saja. Beli perusahaan dengan finansial bagus dan punya prospek cerah, dikelola manajemen berkompeten, dan dijual dengan harga murah. Dan jual perusahaan dengan finansial jelek dan punya prospek buruk, dikelola manajemen tidak berkompeten, dan dijual dengan harga mahal.
Proses dan metode yang akan kami asah terus selama kami menjalankan investasi ini. Dan selama proses meningkatkan kapasitas, apakah ada saat menderita? Sepertinya tidak, karena setiap masalah yang muncul justru menjadi alasan untuk terus berkembang lagi. Penderitaan hanya ketika kita berhenti berkembang, karena masalah lebih besar dari kapasitas kita dan kita menolak bertumbuh.