


AISA – Sekarang Bagaimana – Part 2
Sekarang, mungkin diskusi yang paling panas. Apakah manajemen punya kemampuan untuk recovery. Kami pribadi mengharap bisa. Apa gunanya berharap orang lain jatuh? Kemudian apakah manajemen punya itikad baik? Apalagi faktanya pemilik terus menerus menjual sahamnya. Istilahnya pemilik saja kabur.
Coba kita telusuri. Pemilik menjual adalah faktanya. Pendapat lain jelas adalah opini. Apa tujuan mereka menjual, hanya yang menjual yang tahu. Kalau beropini negatif bisa saja pemilik tidak bertanggung jawab, mau cari Selamat sendiri dan sebagainya. Atau dibilang sudah nipu dengan menjual produk oplosan.
Kalau kami lihat dari sisi bisnis, menjual jelas untuk mendapatkan uang. Apa gunanya uang itu? Harus nanya ke yang melakukan. Kalau berpikir positif, perusahaan kan sedang butuh uang, apakah pemilik menjual supaya perusahaan ada uang?
Kemudian tentang masalah berasnya. Tuduhannya di awal macam-macam. Tapi apakah ada yang mengikuti sampai kasus ini selesai di pengadilan? Disebut yang akhirnya divonis adalah memakai kemasan palsu. Agak berbeda antara awal dan hasil. Kemudian di laporan keuangan terbaru, disebut AISA bekerja sama dengan bulog. Jika beras AISA benar-benar parah, apakah bulog akan mengulangi kesalahan di awal?
Tapi karena harga sahamnya sedang turun, sudah wajar yang salah itu adalah pemiliknya, kalau naik, sudah biasa, yang jago adalah yang menganalisa. Mentalitas yang menempatkan tanggung jawab investasinya di luar. Dan sudah biasa ketika saham naik dan turun investor cenderung bereaksi berlebihan. Karena itulah adanya saham over value dan under value yang disebabkan fear and greed. Tapi apakah saham AISA over atau under value, silakan kerjakan PR masing-masing.
Satu hal, yang punya tugas menyelesaikan masalah jelas adalah manajemen, memanage perusahaan. Pemilik sebutan lainnya adalah investor. Sama saja seperti kalau kita membeli sahamnya. Karena jumlahnya besar, makanya disebut pengendali. Semua jelas ada tugas masing-masing. Kecuali perusahaan sebesar 1 toko. Pemilik merangkap investor, marketing, kasir, satpam, IT, dan karyawan.
Selama kami mengikuti AISA, manajemen sangat terbuka. Nanya A, sering selalu dijawab dengan bonus informasi B C dan seterusnya. Informasi paling akurat jelas dari sumbernya langsung. Tapi kalau sudah tidak percaya sumbernya, memang sebaiknya sudah tidak perlu berinvestasi di dalam.
Sering investor selalu mengaitkan pergerakan saham dengan pemilik mungkin karena berhubungan dengan istilah bandar. Ada yang mengatur arah harga saham. Apakah ada, bisa saja. Tapi kalau kita memahami yang kita lakukan, mengerjakan PR, apakah kita akan terjebak? Sepertinya kemungkinannya lebih kecil.
Oh ya. Satu hal menarik. Ketika AISA di sekitar harga 500, fund manager Fidelity masuk. Fidelity yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia, bekas tempat kerja Peter Lynch, salah satu yang terbesar di dunia dengan 13 tahun mengalahkan index, buku investasinya one up on Wall Street sangat laris. Kalau yang seperti ini masuk, sudah tidak mungkin salah lagi. Jadi apakah kita juga ikut.
Kalau baca buku One Up on Wall Street, jelas sekali Peter Lynch berkali-kali mengatakan jangan pernah mengikuti orang lain. Perlakukan informasi ini sebagai data awal yang harus diselidiki lagi. Kurang bijaksana apabila kita langsung masuk, apalagi menggunakan 100% harta kita hanya karena ini, atau menggunakan uang untuk menikah, kuliah anak, atau cicilan rumah, dengan harapan nanti bisa Gratis. Kalau berhasil, kalau tidak, kita bisa saja tidak jadi nikah, anak tidak melanjutkan pendidikan, atau rumah hilang. Apalagi time frame setiap orang berbeda. Apakah kita bisa tahu kapan Fidelity mau menjual sahamnya? Kalau mereka berencana menjual setelah 20 tahun? KKR, salah satu private equity, pernah menyebut ketika masuk investasi Indonesia, view mereka adalah untuk 50 tahun ke depan. Apakah kita punya view yang sama?
Ada lagi. Total dana kelolaan Fidelity adalah 6.800an milyar usd, atau sekitar 95 ribu trillun rupiah dengan kurs 14.000. Total dana dia di AISA kalau modalnya sekitar 500 adalah sekitar 126 milyar rupiah. Jadi porsi dia di AISA adalah sekitar 0.0001326%. Kalau total dananya 1 juta, yang dia investasikan di AISA adalah 132. Bisa dibayangkan kita ada uang 1 juta, kemudian uang logam 100 dan 25 jatuh ke selokan? Jadi adalah gila kalau kita menggunakan seluruh aset kita membeli AISA hanya karena ada fund manager masuk. Kita tidak tahu tujuan mereka apa, berapa lama tujuan itu diharapkan mereka, dan berapa kekuatan dana mereka untuk itu.
Sesuai gambar, tujuan kita adalah belajar dari situasi yang ada. Yang sudah punya posisi kalau mikir potensi kerugian jelas akan sakit hati. Tapi apapun yang terjadi kalau kita belajar, maka ke depan kita akan semakin berkembang. Karir investasi kita tidak akan berakhir di AISA saja. Lihat saja Warren Buffett kerugian dia semakin besar, tapi harta dia juga semakin naik.
Jadi, apa saja yang bisa kita lakukan untuk diri sendiri dalam situasi AISA? Fokus ke dalam maka kita bertumbuh, fokus keluar maka berapa banyak kambing lagi yang harus kita cat warna hitam. Hidup itu selalu memilih. Dan reaksi kita setelah mengambil pilihan. Apapun itu, semoga membuat kita menjadi lebih baik lagi ke depannya.