


Berhutang
Jaman sekarang siapa yang tidak berhutang. Apalagi jaman medsos. Semua seakan-akan wajib memberitahu pencapaian masing-masing terhadap orang lain. Nanti kata orang apa? Makanya ramai-ramai menggunakan uang sebesar mungkin supaya bisa mencapai level setinggi mungkin.
Berhutang, dengan meningkatkan daya ungkit adalah solusi paling cepat meningkatkan taraf hidup. Apalagi para pengusaha juga menggunakannya. Kalau orang kaya sudah memakai, jalan yang sama seharusnya ditempuh supaya kita juga bisa kaya seperti mereka.
Tapi apakah kita punya kemampuan seperti orang kaya tersebut? Atau tujuan kita menggunakan hutang membeli banyak barang mewah hanya untuk menunjukkan bahwa kita juga bisa punya kualitas hidup seperti orang kaya?
Yang penting adalah cara menggunakan hutang tersebut. Yang mengerti akan menggunakan hutang untuk membeli aset yang akan menghasilkan uang, yang nantinya akan membeli barang konsumtif. Bukan menggunakan hutang untuk langsung membeli barang konsumtif.
Jika kita meminjam uang dengan bunga 2% per bulan untuk membeli aset yang setiap bulan menghasilkan 4%, maka ini adalah bagus. Karena jika berhemat saja, dalam 50 bulan, kita sudah bisa memiliki aset ini dan setiap bulan kita mendapat 4%. Semua tanpa menggunakan uang sendiri.
Ini kalau seperti demikian rencananya. Hutang itu adalah sesuatu yang pasti harus dibayar. Apakah pendapatan kita juga pasti didapatkan? Atau yang kita miliki adalah pendapatan tidak pasti? Mengeluarkan sesuatu yang pasti untuk mendapat sesuatu yang tidak pasti menurut kami adalah berisiko. Sudah bagus kalau dapatnya masih positif. Bagaimana kalau kita malah negatif.
Ini yang membuat bertransaksi di pasar modal menggunakan hutang adalah sangat berbahaya. Kita tidak pernah tahu kapan pasar akan bergerak berlawanan dengan keinginan kita. Tidak perlu banyak, tapi tekanan karena berhutang cenderung membuat kita menjadi tidak rasional. Keinginan untuk cepat Balik modal malah membuat kita mengambil risiko yang tidak perlu.
Kita membuat waktu yang seharusnya adalah teman terbaik investor menjadi musuh utama investor. Kalau pertandingan bola tanpa batas waktu, mungkin Tim yang sekarang posisi ketinggalan bisa saja membalikkan keadaan. Tapi karena pertandingan berakhir dalam 90 menit plus plus, kadang Tim yang butuh kemenangan akan mengambil risiko yang tidak perlu. Mungkin seperti ketika Jerman melawan Korea. Mau Cetak satu gol malah kebobolan 2 gol.
Apakah kita harus anti hutang? Kami rasa asal kita memahami risiko yang di depan, maka kita bisa saja berhutang. Risiko apa saja? Biasanya justru yang tidak terlihat yang berbahaya.
Kita bisa lihat Contoh paling dekat di bursa efek. Perusahaan Tiga Pilar yang memiliki rasio hutang lumayan besar. Ketika kondisi perusahaan karena ada faktor yang terjadi di luar prediksi, maka seketika itu perusahaan terus mengalami masalah, sampai yang terakhir kena PKPU.
Ini harusnya membuat kita menganalisa, bahkan perusahaan saja bisa kena masalah karena hutang, mengapa kita pribadi tidak bisa? Pengalaman adalah guru yang baik, dan pengalaman orang lain adalah guru yang terbaik. Kita tidak perlu membuang energi, waktu, uang, dan segala sumber daya untuk melewati masalah. Kita cukup menganalisa masalah orang lain kemudian menambahkan prinsip yang harus kita ikuti supaya kita juga tidak kena masalah yang sama. Kalau orang di depan sudah kena, adalah tidak bijaksana kita juga kena dengan cara yang sama persis.
Ini gunanya kita membaca buku, mendengar kata orang yang sudah di depan kita. Biasanya akan lebih mudah dan lebih murah. Asal ada kerelaan hati kita saja.
Video YouTube di bawah ini menjelaskan dengan bagus tentang hutang dan pergerakan ekonomi. Lebih masuk akal tentang kapan krisis terjadi dan bagaimana terjadi dibanding pernyataan bahwa krisis pasti terjadi tiap 10 tahun.
Dan ngomong-ngomong tentang daya ungkit, kemampuan meningkatkan diri adalah daya ungkit terbesar kita. Kita bisa mencapai level baru dengan pengetahuan baru. Karena itu, jangan pernah menyerah untuk terus belajar.
https://youtu.be/PHe0bXAIuk0