


The Empire Buy Back
Hari ini LPPF mengalami kenaikan yang lumayan. Ini adalah lanjutan dari kenaikan sejak beberapa waktu lalu, setelah menyentuh titik terendahnya. Harga terendah setara dengan harga di 2013. Kemajuan atau kemunduran? Tergantung cara kita melihat. Satu sisi kita bisa saja menyerang habis-habisan bahwa harga perusahaan balik ke kondisi 5 tahun lalu. Satu sisi lagi kita bisa melihat bahwa ini adalah kesempatan membeli perusahaan 2018 dengan harga 2013. Cara pandang yang lebih menarik bukan?
Atau ada juga cara pandang bahwa penurunan saham adalah campur tangan pemilik, atau investor besar, atau apapun sebutannya. Kalau cara pandang kita demikian, maka ketika naik berarti ini juga campur tangan dari pihak sebelumnya. Lucu kalau turun mencari kambing hitam, kalau naik potong kambing merayakan kehebatan analisa sendiri.
Cara pandang yang menyatakan kalau saya sedang bermasalah, maka dunia yang bersalah, kalau saya mendapat untung, maka saya yang paling hebat.
Karena pandangan kami tidak akan terlalu membahas bagian itu, artinya pasar bebas menentukan harga penawaran setiap hari, kita lah yang menentukan kapan akan memencet tombol beli dan jual. Kita tidak bertransaksi dengan ditodong pistol kan? Ingat kata Graham.
Apakah kita berposisi sebagai pelayan yang harus menuruti kemauan pasar, ketika pasar memberi harga murah kita panik dan menjual, ketika pasar memberi harga mahal kita menjadi serakah dan membeli? Atau melihat pasar sebagai seorang pelayan yang setiap hari melaporkan harga penawaran. Tugas kita sebagai investor adalah melihat apakah harga ini murah atau mahal. Kalau murah, maka keputusan kita adalah beli. Kalau mahal, maka keputusan kita adalah jual. Sesederhana itu cara melakukan transaksi di bursa.
Kemudian yang memicu kenaikan harga saham LPPF adalah pemberitahuan rencana buy back. Apakah ini benar akan dilakukan atau cuma angin surga, kita masih harus menunggu rapat pemegang saham dulu. Yang pasti, sikap kita tetap sama seperti di atas. Karena kita juga tidak akan bisa menebak apa yang akan terjadi besok. Cara menentukan murah dan mahal tidak akan kita bahas di sini.
Yang kita bahas adalah buy backnya. Atas dasar apa perusahaan melakukan buy back. Kalau membaca pengumuman, maka disebut alasannya adalah karena manajemen merasa harga perusahaan sudah murah. Jadi proses buy back dilakukan.
Ada beberapa fase bisnis sebelum terjadinya buy back. Untuk detil bisa dibaca di buku Learn to Earn dan One Up on Wall Street. Di awal perusahaan memiliki dana dari hasil pengumpulan modal melalui berbagai cara, termasuk IPO. Kemudian perusahaan berekspansi. Dengan ekspansi yang berhasil, maka perusahaan memiliki fondasi untuk menghasilkan cash flow. Itu tujuan semua orang berbisnis kan? Menciptakan alat untuk menghasilkan uang secara konsisten. Ini untuk yang berhasil, untuk yang gagal, kondisi terburuk adalah bangkrut.
Setelah ekspansi maksimal, maka uang lebih perusahaan digunakan untuk membeli bisnis lain. Bisa juga membuat usaha baru, tapi biasanya lebih susah. Membeli bisnis lain disebut akuisisi. Ini banyak dilakukan perusahaan yang sudah lumayan lama. Akuisisi sendiri belum tentu berhasil. Kita melihat AISA yang gagal dalam akuisisi bisnis kelapa sawit dan beras. Yang berhasil? Ada juga. Perusahaan yang memiliki anak atau cucu salah satunya adalah hasil akuisisi.
Kemungkinan berhasil lebih besar jika perusahaan yang diakuisisi bisa sinergi dan mendukung bisnis utama. Biasanya perusahaan yang membuat produk turunan dari induk atau yang menyediakan bahan baku, atau jalur distribusi. Apapun itu, yang memberi nilai tambah pada induk perusahaan. Ini juga yang coba dilakukan oleh LPPF dengan berinvestasi di ecommerce. Aneh juga kalau ada yang mengkritik Matahari kalah oleh ecommerce tapi ketika LPPF berinvestasi di ecommerce, juga dikritik. Ini sesuai tulisan Peter Lynch di buku One Up on Wall Street, harga minyak turun, jadi penyebab resesi, harga minyak naik, juga dibahas orang yang sama sebagai penyebab resesi.
Kami pribadi lebih suka perusahaan melakukan sesuatu terhadap perubahan yang terjadi dibanding duduk diam menunggu lonceng kematian. Berhasil atau tidak, setidaknya perusahaan berusaha dan akan mendapat pelajaran yang menjadi fondasi keputusan berikutnya. Ini juga ada cerita : apakah pemilik bisnis akan memecat manajernya yang karena keputusan bisnis membuat perusahaan rugi 1 trillun. Pemilik yang bijak tidak akan memecat manajer ini, karena kalau itu terjadi berarti dia memberikan pesaingnya gratis seseorang yang telah mendapatkan kuliah senilai 1 trillun.
Ketika sudah tidak bisa mengakuisisi, maka tahap selanjutnya terjadi. Jika manajemen tidak sabar, maka biasanya akan mengakuisisi secara asal-asalan supaya terlihat banyak kerja yang akan mempengaruhi bonus akhir tahun atau promosi jabatan tahun depan.
Jika tidak ada yang bisa diakuisisi lagi saat ini, perusahaan bisa menumpuk uang kas untuk mempersiapkan diri menghadapi masa sulit. Biasanya ini dilakukan di perusahaan siklus. Yaitu perusahaan yang bisnisnya naik turun dalam jangka waktu tertentu.
Pilihan lain adalah membagi dividen. Dan yang terakhir adalah melakukan buy back. Yaitu ketika perusahaan melihat tidak ada investasi yang menarik di luar, maka pilihan paling logis adalah berinvestasi ke perusahaan sendiri. Ini yang dilakukan LPPF.
Buy back sendiri akan mengurangi jumlah saham beredar di pasar, sehingga meningkatkan pembagian hasil bagi investor. Seperti kalau dulu 1 kue dibagi ke 10.000 orang, sekarang mungkin dibagi ke 9.000 orang. Jadi porsi tiap orang meningkat tanpa perlu usaha ekstra.
Di kemudian hari perusahaan juga bisa menjual lagi saham hasil buy backnya, karena merupakan salah satu bentuk investasi.
Sekarang, berapa harga pembelian perusahaan. Kalau batasan harga, ada di pengumuman. Tapi sepertinya tidak logis perusahaan membeli di harga tinggi. Ini berlawanan dengan konsep membeli 1 dollar dengan 50 cent.
Di pengumuman juga disebut bahwa maksimal pembelian sekitar 7% dari jumlah saham beredar. Total saham perusahaan sekitar 2.92 milyar saham. Maka 7% adalah sekitar 204.4 juta lembar. Jadi antara perusahaan menghabiskan 1.25 trillun dulu atau mendapatkan 204.4 juta saham.
Kita tidak akan tahu ke depan apa hasilnya. Tapi kita bisa memastikan bahwa buy back hanya bisa dilakukan oleh perusahaan dengan keuangan yang sehat. Ngomong-ngomong tentang kesehatan perusahaan, mengapa LPPF tidak memberikan uangnya kepada perusahaan Lippo lainnya yang mungkin membutuhkan.
Inilah pengertian tentang perusahaan terbatas. Artinya ada batasan yang harus diikuti. Salah satunya adalah keuangan setiap perusahaan adalah tanggung jawabnya masing-masing. Ini juga berarti sebagai pemilik bisnis, kita juga terlindungi dari masalah hukum.
Kita sudah membaca banyak berita yang pemilik bisnis kecil kena masalah hukum karena mengikat dirinya dengan perusahaan itu. Artinya kalau perusahaan tenggelam, maka dia juga ikut serta.
Fungsi perusahaan terbatas adalah untuk melindungi kita sebagai investor. Dan kami sebagai pemilik LPPF juga tidak senang jika uang perusahaan dipindahkan ke perusahaan lain tanpa jalur yang legal dengan alasan biar saudaranya tetap survive.
Berbicara tentang ini, maka perusahaan properti paling banyak memanfaatkannya. Yaitu membentuk anak usaha baru untuk setiap proyek yang ada. Jika proyeknya gagal, karena property adalah bisnis yang berisiko tinggi, maka cukup anak usaha itu yang kolaps tanpa merembet ke induk perusahaan. Walau mungkin dari sisi investor, akan membuat panik selling pada induknya.
Panik ketika perusahaan bermasalah adalah wajar. Karena tidak ada yang mau terakhir keluar dalam kondisi kebakaran. Tapi panik karena tidak tahu apa yang dilakukan adalah masalah besar dalam berinvestasi.
Inilah pentingnya kita memiliki pandangan jangka panjang. Jadi kita memiliki jeda waktu untuk menganalisa apa yang sedang terjadi. Sama seperti ketika perusahaan mengumumkan buy back, apakah kita akan panik buying atau tetap tenang melaksanakan rencana trading kita? Naik atau turunnya harga saham, itu urusan pasar. Tugas kita adalah melakukan penilaian pada bisnis perusahaannya.