Sebuah Kisah Fiktif

  • Save

 

Sebuah Kisah Fiktif

Tahun lalu kami ingin beli rumah. Harga rumahnya 40M karena properti sedang hot-hotnya. Karena malas bersaing dengan orang, akhirnya kami memutuskan menunggu saja. Tiap hari penjualnya selalu memasang beragam harga. Kadang masang 38M kadang 35M. Kemudian dengan berjalannya waktu, penjual menjadi tidak sabar akhirnya mulai menurunkan harga jual rumahnya. Hari ini pas kita lewat depan rumah, ada pengumuman : dijual dengan harga 24,5M. Sudah diskon sekitar 40%. Lumayan juga kalau nanti property booming kembali, siapa tau ada yang mau beli di 50M. Atau setelah beli, kita bisa merenovasi menjadi lebih bernilai, sehingga bisa menjual dengan harga 100M. Atau kita bisa menyewakan langsung. Dengar-dengar ada yang berminat sewa setahun 1 milyar.

Maka langkah yang kami lakukan adalah :
A. Langsung beli di harga pasar.
B. Call a friend, apakah sekarang mahal atau murah sambil berdoa teman yang ditanya tahu apa yang dibahas.
C. Ask the audience, lihat apakah banyak yang berminat beli. Alias ikut apa kata banyak orang sambil berdoa mereka berminat karena tahu apa yang dilakukan.
D. 50:50. Alias lempar koin, angka beli gambar tidak beli.
E. Tidak melakukan apapun.
F. Berdiskusi di rumah teman sambil minum kopi tanpa perlu survei. Seperti kata Peter Lynch, metode berdiskusi mengenai jumlah gigi kuda dibanding keluar dan memeriksa kudanya.
G. Melihat isi rumah apakah layak dihargai 24.5M.

Sekarang kami telah memiliki rumah ini. Dengan harga beli yang menurut kami sudah sangat bagus yaitu kita patok sekitar 20M. Beberapa pilihan ada dalam pikiran kami.

Misalnya langsung memasang iklan jual dengan harapan untung 2-5% dari harga beli. Kalau ini bisa terjadi dalam waktu 1 minggu, berapa besar potensi keuntungan yang bisa kami hasilkan dalam waktu setahun. Lakukan selama beberapa tahun maka kami sudah bisa selamanya.

Atau kami membiarkan saja rumahnya, cukup tiap tahun mengambil uang sewa. Dan setiap tahun kalau ekonomi lagi bagus, kami tinggal menaikkan uang sewa sebesar 15%. 15 tahun kemudian uang sewa sudah sekitar 8M alias sekitar 40% dari modal kami membeli rumah. Itu ibarat deposito 40% setahun yang terus naik jika ekonomi bertambah bagus.

Sambil mikir-mikir, tiba-tiba ada yang mencari kami dan ingin membeli rumah kami dengan harga 10% lebih murah alias di harga 18M. Sebelum kami memutuskan apapun, ada lagi yang menawar 15M. Tiba-tiba di ujung jalan terjadi kebakaran, dan orang yang lewat depan rumah kami langsung menawar 5M saja bagaimana untuk dibeli.

Untung otak kami cepat berpikirnya. Kami melihat bahwa kebakaran ternyata cuma terjadi di halaman rumah di ujung jalan dan sedang dipadamkan sehingga tidak akan merembet sampai rumah kami. Sambil mikir, apa jadinya jika kami panik kemudian menjual seharga 5M.

Kemudian bisnis properti mulai naik, dan kami merencanakan merenovasi rumah ini supaya ke depan bisa dijual dengan harga 50M. Dan kami memanggil karyawan kepercayaan kami yang sudah ahli dalam merenovasi rumah jelek menjadi bagus dan yang bagus menjadi mewah. Menurut dia, hasil pekerjaannya akan membuat nilai rumah kami meningkat menjadi 100M. Tapi dia butuh waktu karena pekerjaannya rumit.

Dan ketika karyawan kami sedang bekerja, ada orang yang lewat dan karena properti mulai booming, orang ini langsung menawar rumah kami seharga 30M. Kami berpikir sejenak dan kemudian menolaknya. Besok datang lagi dan menawar 40M.

Maka langkah yang kami lakukan adalah :
A. Langsung menjual di 40M karena sudah menyentuh harga tertinggi sebelumnya.
B. Call a friend, apakah sekarang mahal atau murah sambil berdoa teman yang ditanya tahu apa yang dibahas.
C. Ask the audience, lihat apakah banyak yang berminat menjual. Alias ikut apa kata banyak orang sambil berdoa mereka berminat karena tahu apa yang dilakukan.
D. 50:50. Alias lempar koin, angka jual gambar tidak jual.
E. Tidak melakukan apapun. Alias melupakan adanya rumah ini. Metode buy and forget.
F. Berdiskusi di rumah teman sambil minum kopi tanpa perlu survei. Seperti kata Peter Lynch, metode berdiskusi mengenai jumlah gigi kuda dibanding keluar dan memeriksa kudanya.
G. Menunggu pekerjaan renovasi selesai dan meninjau ulang semua potensi yang ada. Siapa tahu bukan 100M lagi, tapi terus meningkat karena sekarang rumah ini punya parit perlindungan alias MOAT yang membuat maling tidak bisa mencuri aset di dalamnya.

Untuk jawaban, semuanya bebas dipilih, karena ini bukanlah benar atau salah. Tapi keputusan yang kita ambil akan mengarahkan kita pada sebuah tujuan. Apakah kita puas dengan tujuan yang tercapai, harus ditanyakan ke diri sendiri. Kita bebas menentukan tindakan kita, tapi wajib menerima apapun hasil yang terjadi.

Ini kisah fiktif tentang proses memiliki rumah. Bagaimana dengan saham?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Copy link