


Merokok Akan Membunuh Anda
Peringatan ini ada di setiap bungkus rokok. Tapi sudah begitu, tetap saja ada banyak sekali orang yang tetap merokok. Dan selalu ada pelanggan baru, dan sepertinya pelanggan ini usianya makin muda saja. Bisnis lain selain makanan yang bisa menyaingi usia pertama pemakai mungkin di handphone. Jadi bisnis seperti ini biasanya menarik.
Karena bisnisnya sendiri adalah buruk sekali, maka seberapa bagus pun prospek, keuangan, maupun manajemennya, kami tidak akan pernah melakukan pembelian. Jadi pembahasan berikut hanyalah contoh untuk analisa saham lain. Dan seperti juga artikel kami yang lain, walau pembahasan adalah fokus di 1 situasi atau 1 nama, tapi tujuan sebenarnya adalah untuk secara umum. Artinya cakupannya bisa lebih luas kalau yang memahami. Tapi jika pun tidak, mudah-mudahan bahasan sedikit saja bisa memberi manfaat buat yang membacanya.
Setelah turun sekitar 30% dari titik tertinggi, sepertinya saham rokok sudah murah. Kemudian datang berita jelek yaitu kenaikan cukai rokok sebesar 23%. Kemudian pasar langsung berlomba-lomba keluar. Seperti biasa, dalam kebakaran insting manusia adalah kabur duluan. Tidak ada yang mau bersama masalah untuk waktu yang lama.
Kebiasaan ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, ketika nenek moyang kita mulai berburu untuk mencari makan. Tidak ada manusia yang mendengar harimau di belakang kemudian menyelidiki dulu apakah benar ada harimau. Langkah pertama tentu saja mengambil langkah seribu. Apakah di pasar modal kita juga menggunakan metode yang sama?
Dalam jaman yang sudah modern, bahaya sudah berubah. Ancaman dari alam sudah jauh lebih sedikit. Dan dalam dunia bisnis, tentu saja pemilik bisnis sudah siap untuk menghadapi segala macam masalah. Dan kalau kita jeli, sebenarnya membuka bisnis adalah dimulai dari ditemuinya masalah. Makanya ada yang berusaha menawarkan solusi. Kemudian mengutip bayaran dari solusi itu. Masalah kelaparan, berarti buka bisnis makanan. Masalah baju, berarti bisnis fashion. Dan seterusnya.
Di buku Beating the Street, Peter Lynch menjelaskan dengan baik. Persiapan seperti apapun tetap saja selalu ada masalah yang muncul tanpa terduga. Berarti sebagai pemilik bisnis kita harus siap menghadapi apapun yang terjadi.
Sekarang, kalau kita lihat mengenai kejadian cukai rokok. Kenaikan cukai 23% dibarengi kenaikan harga jual 35%. Sebelum memencet tombol transaksi, kita seharusnya mencari dulu data pendukung. Dalam ajaran Buffett, ada 3 faktor penentu sebelum kita menentukan harga transaksi.
Yang pertama, prospek bisnis ke depan. Apakah dengan kenaikan cukai dan harga jual, rokok akan dijauhi pelanggannya. Kemudian apa strategi dari pemilik. Apakah menjual lebih sedikit. Menaikkan harga jual. Atau efisiensi. Contoh, misalnya harga kertas naik, biasanya isi tisu akan berkurang dan harga jual malah naik dengan alasan bahan baku naik harga. Itu bisnis yang tidak menyebabkan kecanduan. Bagaimana strategi bisnis yang membuat pelanggannya kecanduan?
Kemudian yang kedua. Bagaimana finansial perusahaan yang kena efeknya. Apakah punya kekuatan bisnis melewati masalah. Dari kasus AISA kami belajar, bisnis dengan hutang banyak akan mengalami masalah besar ketika bisnisnya sendiri ada masalah. Kalau finansial perusahaan kuat, tentu saja dia sanggup melewati masalah. Bahkan mungkin saja, sambil menunggu pesaing tumbang. Dengan situasi demikian, bukankah bencana malahan bisa dipakai untuk memperbesar bisnisnya.
Kemudian yang ketiga. Apakah kita punya keyakinan manajemen punya kemampuan melewati masalah ini. Di atas kita sudah membahas, perusahaan setiap hari bertemu masalah. Makanya ada karyawan yang digaji untuk itu. Kalau tidak ada masalah, justru pemilik tidak butuh orang lain. Jadi manajemen dibayar untuk menyelesaikan masalah. Caranya beragam. Dalam hal ini, kita bisa berkomunikasi dengan manajemen melalui investor relation. Atau melihat track record manajemen dalam menyelesaikan masalah. Sebagai info saja, semua perusahaan yang kami beli, kami pernah berhubungan dengan manajemen baik secara langsung maupun tidak. Jangan malas mencari informasi, ini uang kita. Dan jangan takut bertanya, kita sebagai investor adalah pemilik bisnis.
Baru setelah 3 hal ini terjawab, kita akan menentukan harga transaksi. Ada juga pertanyaan, kalau 3 ini dicari jawabannya, bukankah sudah telat. Harga sudah kemana-mana. Mungkin saja benar, tapi kalau informasi sudah ada, dan itu berdasarkan analisa kita sendiri, kita tentu saja berani melakukan transaksi bahkan jika itu adalah melawan arah pasar. Selalu ingat, bursa saham akan menghabisi semua yang tidak punya keyakinan, tulisan dari Peter Lynch. Asal keyakinan kita dari fakta, bukan asal cuap. Yakin terbang kemudian melompat dari atas tebing tidak akan membuat kita melayang.
Jadi mau bisnis apapun, kalau sedang ada masalah, harga sahamnya akan turun juga. Tidak perlu disangkutin ke macam-macam, bisnis jelek, pemiliknya orang jahat, pemerintah tidak pro rakyat, dll. Kita harus sadar, namanya bisnis pasti ada masalah. Tinggal lihat model bisnisnya apakah kuat menghadapi masalah, apakah punya finansial cukup kuat melewati masalah, atau manajemen kompeten untuk menyelesaikan masalah. Kalau ya, tinggal pencet tombol beli di harga yang cocok, jika tidak, abaikan dan tunggu situasi ya terjadi, atau kalau sudah punya, tinggal pencet tombol jual. Tidak perlu drama menjadi korban dalam berinvestasi. Dengan demikian waktu kita akan efektif dan kita bisa fokus jernih melihat apa adanya.
Ini cerita tentang perusahaan yang tidak akan pernah kami beli. Jadi semua di atas cuma contoh kasus saja. Tapi kalau situasi yang sama terjadi di bisnis mie instan, maka yang harus kami lakukan adalah mempersiapkan ember yang besar untuk menampung sahamnya.
Tapi nanti kasus mie instan, cerita akan berbeda lagi yang akan membuat harga sahamnya turun 50%. Dan saat itu tiba, apakah kita punya keyakinan penuh atau hanya duduk manis. Jawabannya ada di atas.