


Bunga Bank
Tinggal dua bulan dan beberapa hari kita akan memasuki 2020. Pertanyaan yang sering ditanyakan investor adalah apakah nanti ada krisis. Pertanyaan yang sama ditanyakan di 2017 akhir, apakah kita akan kena krisis 10 tahunan. Dan juga ketika devaluasi yuan terjadi, dan tappering, dan krisis Yunani, dan seterusnya. Artinya hampir tiap tahun selalu ada kejadian yang bisa membuat krisis. Apakah benar akan terjadi krisis?
Selama 10 tahun terakhir, setelah krisis finansial 2008, kita bisa mengeceknya pada diri sendiri. Apakah pendapatan kita meningkat. Apakah makin banyak kemudahan yang kita rasakan. Apakah aset dan harta kita meningkat. Kalau ya, apakah itu berarti krisis terjadi atau tidak? Jelas ada juga yang secara finansial mengalami penurunan kualitas. Bagi mereka, itu adalah krisis. Tapi kalau dianalisa, apakah penurunan ini lebih pada masalah di pribadi masing-masing atau karena semua kena.
Kalau kita menganalisa lebih detil, penurunan finansial tidak membuat semua menjadi lebih miskin. Bahkan ada sebagian yang mengambil kesempatan untuk mengumpulkan aset dan bertambah kaya. Berarti ada 2 arah yang bisa kita jalankan. Yaitu jalan menuju lebih makmur, dan jalan menuju lebih miskin. Mungkin ada yang berubah sedikit, ada yang bertambah dan berkurang sekian persen, atau ada yang menembus level milyarder. Ini menunjukkan pada kita, krisis bukanlah akhir dunia. Ada jalan dari orang yang berhasil meningkatkan kekayaan yang bisa kita tiru.
Bagaimana proses krisis finansial terjadi? Dengan memahami ini, mungkin kita akan mempersiapkan diri lebih baik dibanding duduk diam menunggu semua terjadi. Bencana finansial terjadi bagi kita jika kita tidak memiliki cukup pendapatan untuk menutupi pengeluaran kita. Akibatnya kita akan berhutang untuk ini. Jika suatu saat kita tidak bisa membayar hutang kita, atau minimal tidak bisa menutupi bunga hutang, maka kita terpaksa menjual aset yang membuat kita menjadi lebih miskin. Jika kita kalikan kondisi ini pada banyak orang, maka kita akan melihat krisis terjadi di wilayah yang lebih besar. Dan yang paling signifikan adalah di beberapa negara yang saling terhubung, apalagi negara-negara besar, karena itulah disebut krisis finansial global.
Dan dalam proses ini, mungkin kita akan mulai berhemat, alias mengurangi pengeluaran kita. Jika ini dilakukan banyak orang, berapa banyak uang beredar yang menghilang. Dan pengeluaran seseorang adalah pendapatan yang lain. Atau ada yang mengalihkan pengeluaran dia ke yang lebih murah, atau lebih efisien. Ini yang membuat ada yang berkurang dan ada yang bertambah pendapatannya.
Jika semua aktivitas berjalan normal, tentulah jarang ada masalah terjadi. Tapi apa yang membuat tiba-tiba ada tahun tertentu finansial menjadi lebih susah dan ada tahun tertentu finansial menjadi lebih longgar. Ini adalah campur tangan dari bank sentral. Dalam aktivitas ekonomi, ketika kita mendapatkan hasil, kita selalu ingin lebih, dan ketika mendapat masalah, kita ingin mengurangi, sudah hukum alamnya seperti ini. Keinginan mendapat lebih banyak tanpa terkontrol menjadi keserakahan, dan keinginan untuk menghindari masalah tanpa terkontrol menjadi ketakutan.
Ketika banyak orang menjadi serakah, orang akan meminjam lebih banyak supaya hasilnya lebih banyak. Bank sentral berusaha mengerem kondisi ini, karena itulah suku bunga dinaikkan, harapannya orang mengerem kegiatan ekonomi mereka. Kebalikannya jika banyak orang ketakutan, orang akan mengurangi pengeluaran supaya bisa melewati krisis finansialnya, bank sentral berusaha memberi kelonggaran, dan suku bunga diturunkan, dengan harapan orang menambah aktivitas ekonomi mereka.
Ketika bank sentral menaikkan dan menurunkan suku bunga acuan, harapannya adalah bank umum mengikutnya. Jika suku bunga naik, bank cenderung akan menaikkan juga. Ini untuk menjaga rasio modal bank dan aturan lain yang harus diikuti. Suku bunga naik akan membuat orang yang tadinya berhutang harus membayar lebih banyak. Jika semula orang sudah di ambang batas membayar, kenaikan bunga akan membuat orang tidak bisa membayar lagi. Apalagi kalau pendapatannya berkurang, atau pengeluarannya meningkat tiba-tiba karena ada kejadian tertentu, misalnya sakit.
Telalu banyak orang yang berada dalam kesulitan finansial akan membuat negara kesusahan. Karena itulah setelah beberapa waktu, bank sentral akan melonggarkan suku bunga supaya orang-orang berani beraktivitas lebih banyak. Setidaknya ketika suku bunga naik, orang ketakutan, suku bunga turun, orang menjadi rileks. Jadi perubahan suku bunga menjadi salah satu indikator penting dalam menilai apakah akan terjadi krisis atau tidak. Dan sekarang kita sedang di era suku bunga lebih murah, berarti harapan bank sentral adalah ekonomi akan menjadi lebih baik lagi.
Tapi apakah penurunan suku bunga otomatis membuat bank juga menurunkan bunga kredit supaya ekonomi lebih ramai? Kalau dilihat dari histori, bank akan cepat menurunkan bunga deposito dan lebih lambat menurunkan bunga kredit dengan berbagai pertimbangan. Jika bunga deposito adalah uang yang harus dikeluarkan bank, dan bunga kredit adalah uang yang akan didapatkan oleh bank, maka selisih dari ini adalah laba bank, di luar pendapatan lain-lain.
Jika selisihnya membesar, maka itu adalah berita baik untuk bank, sebaliknya juga sama. Bank besar punya keunggulan dalam hal ini. Karena nama, orang menjadi lebih yakin pada masa depan bank. Reputasi adalah aset terbesar sebuah bank. Dengan ini, bank besar bisa memberikan bunga deposito lebih kecil dibanding bank kecil, dan karenanya bisa memberikan bunga kredit lebih murah atau sama dengan bank kecil. Karena inilah, margin keuntungan bank besar lebih tinggi.
Selisih 0.5% dalam hal ini, untuk bisnis 100 trillun, sudah memberikan perbedaan 500 milyar. Keuntungan ini bisa memberikan nilai lebih bagi investor. Apakah bank akan menginvestasikan kembali keuntungan ini, atau membagi dividen kepada investornya, semua akan diuntungkan. Bagaimana dengan masa depan bank. Apalagi sekarang asal orang pakai istilah e-, internet, online, langsung diasumsikan sebagai masa depan yang akan menghajar bisnis lama.
Benar kalau perusahaan adalah benda mati yang kalau dalam kondisi meluncur turun, akan masuk jurang. Tapi isinya adalah manusia, apalagi perusahaan terbaik, jelas isinya adalah orang-orang terbaik, artinya mereka selalu berusaha mengantisipasi masalah. Mereka dibayar untuk itu. Jadi bank yang diributkan akan kolaps, akan selalu punya solusi. Apakah solusinya teruji atau tidak, kita harus mengikuti lebih detil. Tidak bisa main pukul rata semua akan sama. Seperti masalah krisis finansial, tidak semua akan mengalaminya, di atas kita sudah bahas. Bank dengan laba besar akan punya kemampuan mengakuisisi startup inovatif, atau malah membuat startup. Lihat saja bank BCA, aktivitas mobile bankingnya sudah lebih besar dibanding aktivitas internet banking + cabang + internet bankingnya. Jika kita terus fokus dengan masalah bank, kita lupa potensi cerah di depannya.
Ini bukan hanya berlaku untuk bank saja. Kita bisa ganti bank menjadi perusahaan lain, jika kita cuma fokus ke masalahnya, kita akan lupa potensi yang mungkin didapat jika kondisi membaik. Ini yang membuat market timing, alias bereaksi terhadap kejadian yang ada, tidak akan berhasil. Kita melihat ada masalah dan memutuskan menjual, di saat yang sama, perusahaan melihat masalah dan mulai memperbaiki kondisi. Kita akan selalu telat jika melakukan cara ini. Kita berusaha mengantisipasi kejadian yang juga diantisipasi orang lain. Terlalu banyak kemungkinan yang bisa terjadi.
Dan selain terhadap perusahaan, kita sendiri juga sama. Jika kita terlalu fokus ke masalah kita, kita akan lupa bahwa kita juga bisa keluar dari masalah. Untuk perusahaan, solusinya adalah kita selalu mengikuti perkembangan ceritanya, dan untuk kita sendiri, selalu meningkatkan diri adalah solusinya. Dan yang terakhir, kita harus selalu ingat, untuk menjadi kaya, kita harus menjadi bagian yang dibayar, bukan yang membayar. Jadi ketika bank ada di pihak yang dibayar, kita seharusnya berinvestasi di sana, bukan menjauhi.