BBRI

  • Save

Selama beberapa waktu ini, saham perbankan turun terus. Alasan harga saham turun karena banyak yang menjual. Kalau permintaan menjual lebih banyak dibanding yang membeli, otomatis supply demand tidak seimbang, sehingga harga akan turun. Mengapa investor memutuskan menjual? Ini yang perlu kita cari tahu. Banyak alasan untuk itu, tapi alasan paling nyata adalah harapan ke depan adalah buruk.

Kita membuka usaha karena harapan ke depan akan menghasilkan. Tidak ada yang membuka usaha tujuannya untuk rugi. Jika dirasa ke depan tidak ada harapan lagi, maka pilihan paling logis adalah menutup bisnisnya. Kalau di investasi saham bagaimana.

Yang pertama, kami akan sangat berhati-hati dalam mendengar apapun opini orang lain. Karena orang beropini jelas ada kepentingannya. Dan opini orang dibatasi oleh kemampuan dan pengetahuan mereka. Seperti tulisan di One Up on Wall Street, orang bisa salah, kalaupun benar kita tidak tahu kapan dia berubah pikiran, dan yang paling penting, mungkin kita punya informasi lebih.

Jadi sebaiknya kita melakukan analisa sendiri, dan jika membaca opini orang, setidaknya kita cross check apa data yang dipaparkan di opini tersebut. Karena kami menganut paham value investing, dan belajar dari metode Warren Buffett, maka yang dipakai adalah jalur analisa Warren Buffett. Alasannya sederhana mengapa harus Warren Buffett. Buffett adalah investor terbaik di dunia selama 100 tahun terakhir. Jika ada kecap lebih baik, jelas kita akan memilih yang lain, jika tidak, mengapa harus memilih kecap nomor sekian.

Sama seperti memilih guru, memilih saham juga setidaknya kita berusaha memilih yang terbaik. Dalam contoh kali ini, kami memakai BBRI, apalagi dalam beberapa waktu turun cukup banyak. Bahkan dari harga tertinggi sudah diskon sekitar 55%. Cukup banyak jika melihat BBRI adalah salah satu yang terbesar di sektornya. Apakah ke depan akan turun lagi atau akan naik, kami tidak tahu. Yang kami cari tahu adalah apakah sekarang layak beli atau tidak.

Tiga bulan lalu, kalau ditanya, rata-rata mungkin akan menjawab kalau nanti 2000an saya akan borong besar-besaran. Sekarang harga sudah sekitar 2000an, biasanya kita akan bilang nanti saja dulu, tunggu di 1500an. BBRI sekarang di harga 2000an jelas karena ada kondisi yang membuatnya pantas dihargai di 2000. Kita harus menanyakan apakah kondisi ini sementara atau permanen. Jika masalah cuma sementara, berarti jika masalah hilang, kondisi normal, harga akan balik ke atas.

Kita bisa saja menunggu sampai masalah selesai, tapi harga sahamnya jelas tidak akan berada di harga sekarang. Jadi pasar selalu benar di hari ini. Tapi kondisi selalu akan berubah-ubah. Perubahan inilah yang kita coba cek.

Ide yang pertama adalah apa potensi bisnis ke depan dari BBRI. Karena tujuan paling penting dari berinvestasi adalah laba, maka kita wajib mengetahui bagian ini. Yang paling buruk adalah karena wabah covid-19 maka tidak ada pelanggan lagi. Berapa besar peluang ini terjadi. Yang paling baik adalah tidak ada dampak atau BBRI justru mendapat keuntungan dari wabah sekarang. Jelas kedua kondisi ini tidak akan terjadi. Jadi apa yang mungkin terjadi.

Kebetulan laporan keuangan kuartel 1 2020 sudah keluar, dan dampak covid-19 kena di sekitar 20% kinerja BBRI. Ke depan bagaimana, efek covid ini adalah eksponensial. Artinya semakin lama masalah ini, semakin banyak efek domino yang terjadi. Sampai kapan efek domino ini berhenti. Paling cepat adalah ada campur tangan manusia. Apakah ada vaksin sehingga masalah utama selesai, atau munculnya the new normal. Berapa banyak campur tangan pemerintah dalam membantu ekonomi.

Yang pasti jangan pernah meremehkan kemampuan manusia dalam beradaptasi. Lihat saja Jerman, sepakbolanya sudah dimulai lagi. Walau belum balik normal, tapi setidaknya diusahakan terjadi. Karena kemampuan seluruh manusia, kita bisa bertumbuh. GDP dunia di 1970 sekitar 3 trillun usd, meningkat menjadi sekitar 85 trillun usd. Dalam waktu 50 tahun meningkat sekitar 28x, setahun naik 6.9%.

Dan dari laporan keuangan, beserta berbagai data di berita yang ada, kita bisa menilai seberapa besar kekuatan finansial saat ini. Apakah penurunan ROE atau kredit macetnya masih bisa ditoleransi, apakah perusahaan masih memiliki modal yang cukup. Karena bisnis bank mengandalkan hutang, dan meminjamkan lebih ke yang lain dengan bunga lebih besar, maka rasio hutang tidak bisa kita gunakan. Tapi untuk perusahaan lain, kita bisa mengecek apakah hutangnya terlalu besar, apakah ada uang kas yang cukup jika bisnis berhenti selama beberapa bulan. Apakah perusahaan masih membagi dividen atau berhemat. Apapun itu, intinya di kondisi bermasalah, apakah perusahaan akan bertahan tanpa kerusakan berarti melewati badai.

Dan kemudian untuk manajemen, bagaimanapun juga kita harus terima bahwa kinerja manajemen tidak akan secanggih BBCA, tapi juga bukan yang terburuk. Dan untuk perusahaan yang bisa konsisten meningkatkan laba, jelas ada di jajaran atas. Jika melihat grafik kinerja perusahaan vs kinerja saham, maka hasilnya adalah berbanding lurus.

Miss management pasti akan terjadi dalam keseharian. Karena kita semua adalah manusia. Tidak mungkin kita berharap ada perusahaan sempurna. Perusahaan yang mendekati sempurna harganya juga tidak murah. Karena ada kesalahan makanya memunculkan peluang bagi kita untuk membeli di harga murah. Yang penting kesalahan ini tidak fatal.

Bukan berarti kita berdoa mengharap yang buruk terjadi pada orang. Tapi jika hal buruk terjadi, kita siap mengambil tindakan yang diperlukan. Ini karena kita mengerti nilai yang ada. Lebih baik berharap ke depan lebih baik dibanding berdoa semoga krisis terjadi. Jika kita bisa berdoa semoga hal buruk terjadi pada orang lain, bukankah kita juga bisa saja didoakan yang buruk oleh orang lain. Akhirnya hidup akan terjadi spiral down, yaitu makin turun.

Dan terakhir, karena kita mengerti nilai, maka kita tidak sembrono dalam melakukan transaksi. Sebisa mungkin kita membeli perusahaan yang baik jika harga sahamnya turun melebihi nilai perusahaan. Jika melihat gambar, kinerja perusahaan belum turun, tapi harga saham sudah turun 55%. Apakah ini berarti selamanya kinerja BBRI akan 50% dari kondisi normal?

Atau apakah sekarang karena likuiditas mengering makanya banyak yang menjual karena Butuh Uang. Jika nanti kondisi normal, uang berlimpah, bukankah yang sebaliknya terjadi. Aset yang mahal juga akan dibeli investor. Seperti emas yang naik di kondisi tidak normal. Banyak yang menawarkan investasi emas pada kami. Bagaimana kalau setelah menjual saham dan membeli emas, harga emas turun dan harga saham naik? Andaikan saja ada bola kristal ysng bisa memberi tahu.

Dan mana ada pemegang bola kristal yang berkata dia bisa menebak masa depan saham, tapi orangnya bukan orang paling kaya di dunia. Apalagi sekarang semua negara sedang Butuh Uang. Bukankah lebih baik jika peramal ini mencari presiden masing-masing negara dan menawarkan solusi keuangan cepat dan mudah, dibanding harus menawarkan kepada kita investor ritel.

Jika kita telah melakukan analisa, menilai harga saham sekarang adalah murah, sudah sewajarnya jika kita bertindak sebagai pembeli. Setelah membeli, maka tugas kita adalah mengawasi perkembangan yang ada. Seperti pemilik kebun yang menjaga kebunnya sampai panen, atau peternak yang mengawasi ternaknya sampai besar, atau pemilik toko yang mengawasi tokonya selama jam bisnis.

Konsisten menjalankan ini semua, demikianlah kekayaan dikumpulkan. Kecuali kalau ternyata mendapat kekayaan dengan duduk minum Coca-Cola bareng penasehat bola kristalnya, maka kita tidak punya harapan menjadi kaya melalui jalur value investing.

Ngomong-ngomong, dan semua nama adalah contoh saja. Semua bisa diganti dengan yang lain, tapi intinya tetap akan sama. Dan gambar menggunakan layanan stockbit.com

error: Content is protected !!
Copy link