Ketika kondisi seperti saat sekarang, dan jika kita memiliki cash flow untuk tetap berinvestasi, terutama untuk saham, apa yang harus kita beli. Kita mengharapkan setelah beberapa waktu, investasi ini bisa menghasilkan, dan tidak hilang. Dalam kondisi serba ketidak pastian, risiko akan meningkat.
Untuk wabah covid-19 saja, kita tidak tahu berapa banyak angka pasti yang kena, kita tidak tahu berapa lama akan selesai, kita tidak tahu kapan vaksin tersedia, apakah akan terbentuk herd immunity, apakah nanti cuaca akan membantu. Momo dari Howard Marks selama sebulan ini banyak membahas tentang ini. Bisa dicek di website oaktreecapital.com
Karena ketidak pastian ini, maka yang paling utama adalah kita berusaha tidak rugi dibanding fokus mencari untung. Seperti komentar Buffett, hanya ketika air sudah surut, baru ketahuan siapa yang berenang telanjang. Artinya nanti ketika kondisi likuiditas mengering, baru kelihatan siapa yang kepayahan, apakah karena faktor bisnis yang memang mengalami pasang surut, atau karena manajemen yang tidak becus dalam mengelola perusahaan.
Atau kita bisa melihat juga, ketika banjir datang, akan ada yang selamat dan ada yang tidak. Andaikan keselamatan ini berdasarkan tinggi badan, maka yang selamat adalah yang lebih tinggi dibanding batas air. Apalagi kita tidak tahu berapa lama banjir yang terjadi.
Dengan kedua hal ini, maka kita bisa fokus pada perusahaan paling unggul. Karena perusahaan yang biasanya paling atas, akan mampu bertahan karena kekuatan bisnisnya. Ada 3 indikator yang bisa kita pakai untuk ini kalau memakai metode Buffett, yaitu di kondisi bisnis, kekuatan finansial perusahaan, dan kemampuan manajemen.
Untuk bisnis, kita bisa melihat bahwa sektor konsumer yang dibutuhkan banyak orang akan tetap bertahan, kemudian sektor telekomunikasi juga, di mana ketika banyak melakukan WFH, maka internet dibutuhkan. Dan bisnis yang menjual gaya hidup kemungkinan besar akan terpukul, apalagi yang sharing ekonomi. Masa sekarang, sedikit yang ingin berbagi dengan yang lain. Demikian juga bisnis siklus, misalnya bisnis otomotif atau properti yang menjual produk mahal. Di masa sulit orang akan mengerem pengeluaran berlebih.
Di bagin finansial, kita bisa mengecek di berbagai web. Salah satunya di website idx.co.id di mana semua laporan keuangan perusahaan ada di sana. Dan website lain yang menawarkan filter. Di masa sulit, kita tahu jika tetap punya penghasilan, banyak cash, dan sedikit hutang akan menolong kita melewati masa sulit. Demikian juga di perusahaan, kita bisa mencari perusahaan yang kinerja penjualannya tidak jatuh dalam, masih menghasilkan laba, dan sedikit hutang.
Kemudian di sisi manajemen, ini sedikit susah. Karena melibatkan subjektivitas yang menilai. Kami banyak bertemu orang yang terlalu bias dalam menilai hal ini, satu sisi melebih-lebihkan kejelekan perusahaan yang tidak disukai, dan melebih-lebihkan perusahaan yang disukai walau jelek. Kita sebagai investor ritel, akan selalu tidak punya kemampuan untuk menilai terlalu dalam perusahaan yang ada, jadi untuk amannya kita bisa mengecek perusahaan terbesar yang produknya merajai pasaran.
3 hal ini harus selalu kita ikuti perkembangannya, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi di masa depan, pabrik terbakar, manajemen baik diganti manajemen tidak berkompeten, produk dikalahkan pesaing, banyak yang bisa terjadi. Dan sampai hari ini, tidak ada orang lain yang akan membantu kita konsisten bisa mengecek hal ini kecuali kita sendiri. Kitalah yang bertanggung jawab membuat diri kita kaya.
Dan untuk menjadi kaya, setelah 3 hal ini kita lakukan, maka harga beli adalah yang terpenting. Kita jelas tidak mau membeli produk yang terlalu mahal, karena nanti akan susah untuk menjual lagi denga keuntungan. Perusahaan di atas dengan kondisi lebih baik jelas tidak akan dijual dengan diskon banyak. Semua tahu kondisi yang ada, bahkan mungkin ada yang tahu lebih banyak. Keunggulan kita sebagai investor ritel cuma 1, yaitu kesabaran. Karena tanggung jawab finansial di kita sendiri, berarti kita sendiri yang memutuskan kapan harus membeli dan menjual. Tidak ada paksaan dari orang lain, kecuali hidup kita diatur oleh yang lain. Misalnya gaya hidup kita harus disesuaikan dengan lingkungan, atau finansial kita diatur oleh bank yang meminjamkan uang.
Membeli di harga di saat sudah dirasa murah, menunggu kondisi normal, adalah hal yang bisa kita lakukan. Asal ada kesabaran dalam hal ini. Dan untuk bisa memiliki kesabaran, kita sendiri harus punya daya tahan finansial yang cukup. Tanpa cash flow, tanpa cadangan dana, kita tidak mungkin punya waktu menunggu sampai analisa kita terbukti benar.
Beberapa contoh saham dengan prospek bisnis yang tetap ada di masa sekarang seperti INDF, ICBP, MYOR, ULTJ, ROTI, UNVR.
Beberapa contoh saham dengan finansial kuat tanpa hutang berbunga misalnya ACES, LPPF, SCMA.
Beberapa contoh saham dengan manajemen kuat yang sudah teruji msialnya ASII, BBCA, INDF, UNTR.
Kita tinggal melihat mana yang paling banyak masuk kriteria kita, dan yang sudah turun lumayan, kita bisa mulai mencicil. Di memonya, Howard Marks menjelaskan bahwa dia membeli selama 15 minggu terakhir 2008, dan menikmati hasilnya setelah bursa membaik. Kita juga bisa melakukan hal yang sama, mencicil sesuai kemampuan. Ingat ya, dalam berinvestasi, kita tidak bisa menghapal metode orang karena belum tentu cocok dengan kita, tapi kita bisa memakai metode amati tiru dan modifikasi (ATM) untuk ini. Fleksibel menggunakan segala jurus yang ada supaya bisa selamat, apakah di investasi maupun dalam kehidupan, ini penting sekali.
Dan kalau kita melihat daftar saham yang masuk kriteria, hampir semua adalah market leader di sektornya. Ini jelas, perusahaan terkuat biasanya yang akan selamat. Perusahaan terkuat memenuhi banyak kondisi, memiliki moat (bisa baca artikel mengenai moat), finansial kuat, manajemen profesional, untuk melewati krisis. Ibarat kapal besar yang sanggup melewati badai. dan kita beruntung, karena kita diberi kesempatan membeli sepotong-sepotong bagian kapal ini sesuai kemampuan finansial kita.
Dan dengan berlayar di kapal terbaiklah kita akan mencapai tujuan finansial kita. Seperti yang dilakukan para penghuni forbes, mereka berada di sana karena bergantung pada perusahaan terbaik.