Sebuah petuah di masa sebelum Buffett yang masih valid sampai sekarang :
Baron Rothschild, an 18th-century British nobleman and member of the Rothschild banking family, is credited with saying that “the time to buy is when there’s blood in the streets.” He should know. Rothschild made a fortune buying in the panic that followed the Battle of Waterloo against Napoleon.
Kesempatan paling besar dalam mendapat untung adalah ketika banyak masalah datang. Dengan menyelesaikan masalah, maka kita akan mendapat untung. Kita sendiri tentunya bersedia membayar mahal jika kita dalam masalah besar kemudian ada yang datang membantu kita. Dan dalam berinvestasi, kita berspekulasi pada masalah yang bisa diselesaikan.
Ini wajar, karena manusia tidak mungkin tahan penderitaan, jadi selalu akan mencari obatnya, akhirnya tidak akan ada masalah yang berlangsung selamanya, alias peluang membeli di harga murah itu terbatas. Hasil dari kesempatan yang terbatas ini tergantung dari cara pandang kita.
Jika kita tidak mau membeli ketika ada masalah dan aset menjadi murah, maka ketika masalah selesai dan aset menjadi mahal, apakah kita berani membeli? Bagaimana kalau nanti muncul lagi masalah baru yang membuat harga aset turun?
Kalau kita tidak berani dan melewatkan kesempatan kali ini, anggap saja bukan rejeki kita. toh selama ini kita juga melihat ada yang menang undian 10M, teman naik jabatan, ada orang dapat proyek, dll. Yang penting kesempatan berikutnya kita lebih siap, karena kesempatan selalu datang dengan dibungkus masalah
Intinya, market down kita senang, market up kita juga bisa senang. Jangan terbalik, market down kita stress, market up kita juga stress. Seperti cerita ibu yang anaknya penjual payung dan es krim. Waktu hujan, ibu ini stress anaknya yang jual es krim tidak laku, waktu cerah stress karena anaknya yang jual payung tidak laku.
Hati yang senang akan lebih gampang melihat peluang yang muncul. Hati yang stress akan lebih gampang melihat masalah yang muncul. Yang mana semua itu hanyalah kejadian.
Misalnya nanti di LK Q2, yang sudah pasti jelek. Apakah market akan turun karena berita ini, atau malah naik karena sudah mengantisipasi di Maret?
Kemudian 1 hal lagi, yaitu second wave dari covid-19. Yaitu kenaikan kembali penderita, yang mungkin saja membuat ekonomi harus dihentikan lagi. Apakah efeknya akan parah? Banyak sekali pertanyaan untuk itu.
Demikian juga semua orang di dunia. Dan karena inilah, seharusnya semua sudah ada persiapan, tidak seperti di Februari yang masih dalam kegelapan. Seberapa parah efek ketika di kondisi Februari, berapa rumah sakit yang perlu disiapkan, berapa alat kesehatan yang harus diproduksi, apakah harus impor, berapa nanti pasien yang ada, apa saja paket ekonomi yang harus ada.
Coba bandingkan dengan sekarang. Apakah kita sendiri ada persiapan lebih baik? Atau tetap sama saja. Kami sendiri tidak tahu apapun tentang masa depan. Tapi 1 hal yang bisa kami lakukan, yaitu selalu mengharapkan yang baik dan mempersiapkan diri jika yang buruk terjadi.
Dulu di salah satu kegiatan diskusi di puncak, guru kami membahas hal menarik. Ketika peserta galau dalam urusan masing-masing, beliau menunjukkan, di depan ada kakek dan nenek yang tinggal di sana, menikmati hidup apa adanya tanpa banyak beban. Kita cuma bisa ke puncak sebulan sekali, dan ada yang bisa tinggal di sana. Tidak bergelora dalam menghadapi yang ada bukan berarti tidak peduli. Kita hanya yakin apapun yang terjadi, kita akan selalu bisa menghadapinya.
Satu hal menarik kami lihat di YouTube, dibahas : If you have crash mindset, you will never invest. Kalau berpikir nanti turun baru beli, bahkan ketika sudah turun juga kita cenderung akan mikir, lebih turun lagi baru beli. Akhirnya tidak beli. Kemudian ketika situasi berbalik arah, kita masih akan tetap menunggu penurunan berikutnya. Cepat atau lambat kita harus mengambil keputusan.
Ketika harga aset jatuh, kita harus melihat apakah ini peluang atau tidak. Apa yang membuat harga aset jatuh, apakah ada perubahan di isi? Ibarat kita membeli rumah atau mobil, tiba-tiba ada diskon 30%. Apakah kita menolak, atau menunggu lebih turun, atau membeli. Atau jika kita telah punya, kita menjual karena takut lebih turun lagi?
Bagi kami, pembelian dulu dan kondisi sekarang sudah tidak sama. Ada faktor-faktor yang membuat dulu harganya sekian dan sekarang adanya perubahan, maka kondisi berubah lagi. Pertanyaan pentingnya, bagaimana dengan masa depan? Apakah akan membaik atau memburuk?
Jadi apapun yang terjadi, apakah ada second wave atau twenty wave, kita harus menjalani hidup, dan hidup selalu naik dan turun. Bagi kami, jika target kami adalah pensiun ketika bisa mencapai aset yang cukup di IHSG 10.000, maka diskon yang makin dalam adalah kesempatan yang baik untuk membeli lebih banyak. Bagi kami, ini adalah second chance. Bursa saham selalu memberi kesempatan kedua untuk yang siap, tapi juga akan menghabisi semua yang tidak siap.